ARTIKEL

Mengenal Kitab Tafsir Karya Mufassir Nusantara yang Mendunia: Tafsir Al-Azhar

Sebagai sebuah kitab suci yang memiliki kedudukan mulia di dalam agama Islam, Al-Quran membawa pesan-pesan yang hendaknya dapat sampai pada insan-insan pengikrar kalimat syahadat, baik di seluruh dunia secara umumnya, hingga ke penjuru Nusantara secara khusus.

Dengan pemahaman yang benar tentang makna-makna yang ada dalam pesan Al-Quran, maka tujuan utama diturunkannya Al-Quran akan bisa lebih mudah terealisasikan, yaitu sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa “hudal lil muttaqin”.

Pesan tersebut ditangkap oleh seorang ulama Nusantara, yang ia menginginkan untuk bisa menyampaikan pelajaran hidup yang diajarkan oleh Al-Quran, menggunakan bahasa kaumnya, yaitu bahasa Indonesia. Pada masa orde lama, di zaman beliau masyarakat yang memiliki ketertarikan untuk mempelajari Islam lebih intensif dan menjawab kebutuhan umat kala itu.

Bisa jadi kita akan sangat sulit mendapati pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran dengan benar di kala itu, karena minimnya sumber rujukan, atau adanya sumber rujukan namun berbahasa Arab, yang notabene bukan bahasa penutur kita. Kemudian muncul beliau ke pernukaan. Seorang ulama, sastrawan, ahli fikih, dan seorang mufassir handal di zamannya. Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih masyhur dikenal dengan nama pena beliau HAMKA.

Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah mendapat gelar Datuk Indomo, populer dengan nama pena Hamka lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun, beliau adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia berkiprah sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Partai Masyumi kala itu sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam pergerakan Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.

Beberapa universitas memeberikannya apresiasi, yaitu, Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

Pada era Orde lama, sempat terjadi sebuah kejadian yang berbau politik, tuduhan terhadapnya tentang rapat gelap 11 Oktober 1963, yang menyebabkan Hamka harus merasakan dingin dan pahitnya hidup di balik jeruji besi. Namun nalar bashirah ulama sekelas beliau melihat hal ini justru sebuah anugerah yang terbesar yang pernah beliau dapatkan. Dua tahun di dalam penjara justru beliau manfaatkan untuk menyelesaikan karya tafsir beliau, yang sebelumnya sempat terhenti di Surat Al-Baqarah ayat 255, yang kemudian beliau ditangkap saat itu..

Beliau memberikan nama kitab tafsir beliau ini dengan nama Tafsir Al-Azhar, sebab tafsir ini timbul karena adanya pengkajian di Masjid tempat beliau mengajar Masjid Agung Al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syaikh Jami’ Al-Azhar, dan juga sebagai sebuah jawaban oleh Buya Hamka kepada Universitas Al Azhar atas penghargaan yang diberikan kepada beliau dari sana.

Metode haluan corak tafsir yang ada di dalam Tafsir Al-Azhar ini akan kita jumpai beliau memakai metode manhaj tahlili (analitis) baik dari sisi dirayah dan riwayah yang beliau jabarkan. Metode manhaj tahlili (analitis) yaitu metode tafsir yang mencoba menjelaskan ayat Al-Quran secara analisis, berbagai aspek yang terkait dengan ayat-ayat Al-Quran.

Misalnya terkait aspek asbabun nuzul (konteks turunnya ayat), aspek munasabah (keterkaitan ayat satu dengan ayat lain, atau keterkaitan tema dan keterkaitan lainnya), aspek balaghah-nya (retorika dan keindahan bahasanya), aspek hukum dan lain sebagainya. Metode seperti ini sangat cocok untuk kepentingan akademis di mana para pembaca relatif memiliki kesiapan memahami istilah-istilah teknis. Metode tahlili ini adalah metode yang umumnya banyak digunakan para mufassir generasi salaf. Mereka menafsirkan ayat Al-Quran sesuai dengan tartib mushafi dari Surat Al-Fatihah sampai Surat An-Nas.

Dengan diselesaikannya Tafsir Al-Azhar oleh Buya Hamka ini, menambah khazanah keilmuan Islam yang sangat berharga bagi Nusantara, terbukti dengan karya ini bahkan hingga  dikaji di luar negeri,  sudah entah berapa banyak akademisi yang memakai tafsir ini sebagai subjek penelitian mereka, baik di strata sarjana, magister, hingga doktoral. Sungguh hal ini semoga menjadi bermanfaat bagi umat dan ganjaran pahala bagi penulis, sebagaimana apa yang menjadi harapan penulis ketika mengerjakan karya fenomenal ini.

Penulis : Eko Sumardianto

Editor : Redaksi

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *