ARTIKEL

Hukum Menyentuh Kitab yang Mengandung Ayat Al-Qur’an Bagi Orang Berhadats

Membaca al-Qur’an adalah suatu perbuatan mulia. Setiap huruf yang dibaca akan dilipatgandakan sebanyak sepuluh kebaikan oleh Allah. Berinteraksi dengan al-Qur’an memiliki aturan tertentu guna memuliakan dan menempatkan Kalamullah sesuai derajatnya, salah satunya adalah menyentuh mushaf al-Qur’an dalam keadaan suci.


Keadaan suci merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada al-Qur’an. Suci dalam hal ini bermakna bersih dari hadats kecil maupun besar, baik dengan berwudhu, mandi, ataupun tayamum.
Allah Subhanahu wata’aala berfirman dalam Q.S. al-Waqiah [56]: 79,


لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”


Menurut Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir (15/311), substansi ayat ini menunjukkan bahwa al-Qur’an tidak boleh disentuh oleh orang kafir, junub, dan berhadats. Sebagaimana Imam Malik dalam Muwaththa’nya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya meriwayatkan: “Bahwasanya dalam surat yang ditulis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Amr bin Hazm tercantum bahwa al-Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oelh orang yang suci.”


Seseorang yang sedang berhadats hendaknya tidak menyentuh langsung mushaf al-Qur’an hingga ia bersuci. Lalu, bagaimana hukum seseorang yang menyentuh kitab-kitab lain yang mengandung ayat-ayat al-Qur’an seperti buku fiqh, tafsir, dan sebagainya, padahal ia sedang berhadats?
Mempelajari al-Qur’an perlu diimbangi dengan mempelajari ilmu-ilmu syariah yang lain. Hal tersebut berguna untuk memudahkan diri dalam memahami dan mengimplementasikan perintah maupun larangan yang telah Allah turunkan.
Sebagai seorang manusia, keadaan berhadats dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika ingin mempelajari ilmu-ilmu agama. Meskipun memperoleh ilmu dapat diakses melalui media sosial atau dengan mendengarkan ceramah, namun apabila tidak merujuk langsung kepada kitabnya, tetap saja akan terasa kurang.


Jika seseorang sedang berhadats atau junub atau perempuan haid menyentuh atau membawa kitab-kitab yang tertulis di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an, atau pakaian yang berhiaskan ayat al-Qur’an, atau dinar dan dirham berukiran ayat al-Qur’an, atau membawa barang-barang yang di dalamnya ada mushaf, atau menyentuh dinding dan makanan yang berukir ayat al-Qur’an, maka pendapat yang shahih berdasarkan penuturan Imam al-Nawawi dalam Al-Tibyan fi Adabi Hamalah al-Qur’an adalah diperbolehkan menyentuhnya karena benda-benda yang disebutkan di atas bukan termasuk mushaf.


Sedangkan untuk kitab tafsir yang dominan berisi ayat al-Qur’an, maka haram untuk menyentuh dan membawanya. Namun apabila penjelasan terkait ayat-ayat al-Qur’an lebih banyak (sebagaimana kitab tafsir pada umumnya), maka ada tiga pendapat:
1) tidak diharamkan, namun makruh;
2) haram;
3) apabila ayat al-Qur’an ditulis lengkap dan jelas, maka hukumnya menjadi haram, sedangkan apabila tulisanya tidak jelas, maka tidak diharamkan.


Adapun kitab yang berisi hadits Rasulullah tidak diharamkan bagi orang berhadats untuk menyentuhnya, jika tidak ada ayat al-Qur’an di dalamnya. Meskipun begitu, pendapat yang lebih utama adalah tidak menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci.


Dengan demikian, apabila kita menyentuh kitab-kitab berisi beberapa ayat al-Qur’an, atau ayat al-Qur’an dalam kitab tersebut tidak dominan, maka hukumnya diperbolehkan karena kitab itu bukan termasuk mushaf. Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis :Arsandhiya Shofi Wirawan

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *