CERPENOPINI

Menyelami Konflik Batin Aktivis Muslim

Di sebuah kota kecil yang bernama Senja, hidup seorang aktivis bernama Farhan. Dia adalah seorang pemuda yang cerdas, pemberani, dan selalu bersemangat untuk memperjuangkan isu-isu sosial yang ada di masyarakat.

Farhan sangat percaya bahwa gerakan sosial adalah cara yang paling efektif untuk menciptakan perubahan yang nyata.

Farhan telah terjun dalam berbagai gerakan sosial, memobilisasi orang-orang untuk memperjuangkan hak-hak yang terpinggirkan. Dia sering kali menghadiri rapat-rapat strategi, menyampaikan pidato inspiratif, dan mengorganisir aksi-aksi protes yang kuat.

Orang-orang di sekitarnya menganggapnya sebagai salah satu pemimpin muda yang paling berbakat dan berdedikasi.

Namun, seiring berjalannya waktu, Farhan mulai terbuai dalam pemikiran filsafat yang membuatnya meragukan pentingnya ibadah, terutama shalat.

Dia terpengaruh oleh gagasan-gagasan filsuf yang berargumen bahwa kegiatan ibadah tidak lebih dari sekadar ritual yang tidak memberikan dampak nyata dalam perubahan sosial.

Farhan juga terpengaruh oleh pemikiran seorang tokoh filsuf terkenal, Friedrich Nietzsche, yang menyatakan bahwa Tuhan telah mati. Nietzsche berargumen bahwa agama dan keyakinan keagamaan telah kehilangan relevansinya dalam masyarakat modern.

Menurutnya, konsep Tuhan sebagai otoritas moral dan sumber nilai telah ditinggalkan oleh manusia yang semakin menggantungkan diri pada pengetahuan dan kemajuan ilmiah.

Farhan, dalam pemikiran yang terpengaruh oleh argumen Nietzsche, mulai meragukan keberadaan Tuhan sebagai entitas yang harus dipertimbangkan dalam perjuangan sosialnya.

Baginya, gerakan sosial yang dia tekuni haruslah berdasarkan rasionalitas dan pemahaman manusia terhadap masalah sosial, bukan tergantung pada keyakinan agama yang mungkin dianggapnya sebagai mitos.

Teman-teman aktivis Farhan merasa heran dan sedikit khawatir dengan perubahan perilakunya. Mereka tahu bahwa Farhan dulu adalah seseorang yang sangat taat beribadah, dan mereka merasa kehilangan energi spiritual yang pernah ada dalam gerakan sosial mereka.

Salah satu teman dekat Farhan, Sarah, memutuskan untuk berbicara dengannya secara pribadi. Dia ingin memahami lebih dalam mengapa Farhan telah mengabaikan shalat. Namun, ketika Sarah berdiskusi dengan Farhan, dia menantang pandangan tersebut dengan bijaksana.

Sarah: “Farhan, memang benar bahwa Nietzsche menyatakan ‘Tuhan telah mati,’ tetapi kita tidak harus terjebak dalam pemahaman yang sempit. Apa yang dia maksud adalah bahwa manusia harus mengambil tanggung jawab moral dan etika dalam tindakan mereka. Namun, bukan berarti bahwa nilai-nilai agama harus diabaikan sepenuhnya. Agama juga memberikan landasan moral yang penting dalam perjuangan sosial.” Sarah mempertimbangkan pemikiran Nietzsche sebagai tantangan untuk lebih memahami agama dan nilai-nilai keagamaan secara kritis.

Farhan mulai merenungkan kata-kata Sarah dengan seksama. Dia menyadari bahwa argumen Nietzsche tidak harus dianggap sebagai penolakan total terhadap nilai-nilai agama.

Sebaliknya, itu adalah undangan untuk mengeksplorasi dan menggali lebih dalam makna dan relevansi agama dalam konteks kehidupan modern.

Farhan: “Sarah, kamu benar. Pernyataan Nietzsche menantang kita untuk mengambil tanggung jawab penuh dalam kehidupan kita, termasuk dalam perjuangan sosial.

Namun, agama dan nilai-nilai keagamaan juga dapat memberikan landasan moral yang berharga dalam gerakan sosial kita. Kita dapat menggabungkan pemikiran kritis dan pemahaman agama yang lebih luas untuk mencapai perubahan yang lebih baik dalam masyarakat.”

Dari saat itu, Farhan mulai memandang agama dan perjuangan sosial sebagai aspek yang saling melengkapi. Dia tidak lagi melihat agama sebagai hal yang harus diabaikan dalam upayanya memperjuangkan perubahan sosial.

Sebaliknya, dia menyadari bahwa agama dapat memberikan perspektif etika dan moral yang penting dalam memandu tindakan sosialnya.

Dalam perjalanan perjuangannya, Farhan mengintegrasikan pemikiran Nietzsche dengan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya. Dia menggali kembali pemahaman tentang agama dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat memberikan arah yang lebih kuat dan berarti dalam gerakan sosialnya.

Farhan memahami bahwa keberagaman pemikiran dan pandangan adalah bagian penting dari perjalanan intelektual dan spiritual manusia.

Dengan memadukan pemikiran filsafat dan pemahaman agama yang kritis, dia terus memimpin gerakan sosial dengan integritas dan semangat yang baru.

Kisah Farhan mengajarkan kita pentingnya membuka diri terhadap pemikiran dan pandangan yang berbeda-beda. Dalam menghadapi tantangan perubahan sosial, kita dapat menggabungkan elemen-elemen yang kuat dari filsafat, agama, dan pemahaman manusia untuk mencapai perubahan yang lebih berarti dan bertanggung jawab.

Penulis : Mutaqillah Ahmad

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *