CERPENSASTRA

Jatuh Untuk Tumbuh

Hidup adalah sebuah proses bertumbuh manusia, banyak lika-liku tumbuh kembang selama perjalanannya. Lalu pernahkah kamu merasa “Aku ingin menyerah?”

Jika bisa memilih tentunya banyak manusia yang ingin hidupnya baik-baik saja, mulus-mulus saja, bahagia-bahagia saja, tapi itu suatu hal yang tak mungkin bukan? Realita hidup di dunia kamu harus siap sakit, karna seperti firman Allah dalam kitab-Nya “..Dia Menguji siapakah diantara kamu yang baik amalnya..” (Q.S Huud: 7).

5 Tahun waktu itu.

Aku masih duduk di sebuah bangku SMA di suatu desa nun jauh di timur Jawa. Yahh, ini adalah pilihan orang tuaku. Inginku rasanya menolak realita yang ada, rasa panas di dada ingin marah terhadap kenyataan, tapi apalah dayaku waktu itu yang tidak mau menjadi anak durhaka. Orang tuaku adalah sosok yang sangat menjunjung tinggi wanita sebagai makhluk domestik, seperti katanya “Ngapain kuliah jauh-jauh, ujung-ujungnya di dapur”. Sungguh menampar bukan? Tapi saat itu aku hanya menurut saja, menjalankan setiap keinginan orangtuaku.

Waktu di sekolah kuhabiskan dengan sia-sia, aku datang hanya untuk bermain-main, pelajaran hanya terasa angin yang masuk telinga kanan keluar telinga kiri, dan untuk pertama kalinya, aku mendapat peringkat bawah di masa pendidikan, yah itulah aku saat itu.

Waktu berlalu dengan sangat cepat, tiba waktunya kelulusan sekolah. Di hari itu semua sibuk mendaftar SNMPTN. Euforianya sangat terasa pada saat itu, di pojok kelas aku hanya bisa termenung diam. Cita-citaku yang dulu mau menjadi seorang dokter terasa hanya sebuah fatamorgana. Aku ingat sekali mereka mengikuti tes kesana kemari, konsultasi kesana sini, aku hanya bisa menyaksikan dengan rasa sesak di dada. Rasa jatuh menghampiriku. Aku berfikiran mungkin memang takdirku seperti ini, takkan pernah bisa meraih apa yang aku inginkan, aku hanya manusia yang hidup dalam belenggu orang tua, aku hanya robot bagi mereka, sampai akhirnya aku berani melakukan hal yang tidak seharusnya aku lakukan pada saat itu dengan landasan balas dendam terhadap orang tuaku tanpa memikirkan dampak bagi diriku sendiri.

Sampai waktu itu datang.

Setahun berlalu, aku masih seperti ini, bersantai dengan kehidupan yang bahkan aku tak tahu akan mengarah kemana, akan jadi apa nanti. Dendamku masih berapi-api, aku masih dengan kenakalanku. Tibalah aku bertemu dengan sosok yang aku ingat wajahnya, tapi lupa namanya, dia guruku di waktu SD. Dengan sedikit basa-basi lalu kita mengobrol dan bercerita banyak hal, beliau terkejut dengan apa yang kuceritakan. Singkat cerita, aku mulai merenungkan bagaimana nasibku kedepan.

Dengan tekad yang kuat dan modal nekat, aku mencoba mendaftar SBMPTN di suatu kampus negeri di Semarang, dengan mengambil jurusan teknik. Mungkin bagi sebagian orang ini adalah hal yang salah, karna ridho Allah tergantung ridho orang tua. Tapi saat itu aku yakin, Allah pasti tau apa yang kulakukan ini dengan niat baik, aku yakin pertolongan Allah itu dekat bagi hamba-Nya yang mau meminta pertolongan.

Tibalah di hari pengumuman, dengan jari yang basah karna gugup aku perlahan membuka email dan Alhamdulillah, doaku dikabulkan, aku diterima di tempat yang aku impikan saat itu. Tanpa mengurangi rasa hormat, aku mengabarkan hal baik ini pada orangtuaku. Dan apa yang terjadi?

Bagaikan kaca yang dijatuhkan dari ketinggian, pyarr. Mereka menolak tegas keinginanku untuk mengambil kuliah jurusan teknik dengan alasan, kamu perempuan. Lagi dan lagi, mereka mempermasalahkan hanya karna aku seorang wanita. Sakit, marah pada saat itu aku berdebat panjang dengan mereka, hampir ingin menyerah untuk bertahan, mengapa aku yang mengalami hal ini? Andaikan aku bisa memilih, aku ingin tidak hidup saja, tapi itu adalah hal mustahil terjadi dan hanya omongan kosong. Murung, diam tanpa ekspresi serasa kehilangan jati diri, dijatuhkan dua kali bagiku sudah cukup untuk merusak setengah mentalku. Sampai pada waktunya aku berdoa “Jika memang ini rencana-Mu, Tolong kasih beri aku hikmah agar aku tetap bisa hidup”.

Sampai pada waktunya, aku secara tidak sengaja menemukan sebuah kampus ternama di kota Surakarta, awalnya sungguh ragu untuk daftar disana, tapi dengan niat awal “hanya iseng”. Aku mencoba berdamai dengan keadaan dan menuruti keinginan orang tuaku, dan ternyata aku diterima. Tapi, karna rasa trauma aku tidak  berani mengabarkan pada orangtuaku. Aku menyimpan hal ini selama 3 bulan lamanya, akhirnya aku mengabarkan pada orangtuaku. Dan untuk pertama kalinya aku melihat mereka bahagia mendengar kabar perkuliahanku. Ingin kucubit diriku, seraya tidak percaya. Tapi ini merupakan jawaban dari-Nya.

Dan sekarang, disinilah aku. Sebagai mahasiswa Pendidikan Agama. Mengingat seluruh perjalanan hidupku sehingga bisa sampai di titik ini, sungguh aku mengucapkan rasa syukur yang beribu kali. Aku bisa mengenal banyak warna hidup ketika aku jatuh, dan aku bangga aku bisa bertahan. Dulunya seringkali kata yang muncul dalam benakku adalah “Kenapa aku dilarang..”, tapi sekarang seiring berjalannya realita aku mulai menyadari “Ternyata ini alasannya”. Dalam hidup ini bisa dibilang, kamu harus berjuang dulu untuk dapat sesuatu, ada kalanya Allah membungkus hadiah itu dengan sesuatu yang kita benci, namun di dalamnya terdapat suatu keberkahan.

Tapi tetap, aku sungguh menyesali kenakalanku waktu itu, andaikan waktu bisa diulang, aku ingin merubah itu, menghapus kejadian dimana aku melakukan itu. Tapi kembali lagi, tidak akan ada yang pernah tau bagaimana kita kedepannya, bagaimana kita nanti. Tidak ada gunanya penyesalan, terpuruk dalam kesalahan masa lalu adalah hal yang sia-sia. Kamu percaya, orang baik punya masa lalu dan orang jahat punya masa depan. Allah tidak akan pernah mengabulkan permintaan hamba-Nya, tapi Allah akan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh hamba-Nya.

Penulis: Lintang Praditasari Eka Putri

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *