Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain colormag dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/isla3269/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Merangkul Dialektika dalam Melihat Sejarah ala Hegel
ARTIKEL

Merangkul Dialektika dalam Melihat Sejarah ala Hegel

Idealisme absolut merupakan salah satu aliran filsafat yang menegaskan bahwa realitas pada dasarnya bersifat rasional dan terdiri dari ide-ide yang saling berkaitan secara menyeluruh. Pemikiran ini mencapai puncaknya dalam filsafat Georg Wilhelm Friedrich Hegel, yang mengembangkan sistem idealisme yang tidak hanya menjelaskan realitas sebagai sesuatu yang bersifat mental atau spiritual, tetapi juga menekankan perkembangan rasional yang terjadi dalam sejarah. Dalam perspektif Hegel, realitas tidaklah statis, melainkan bergerak melalui suatu proses dialektis yang melibatkan kontradiksi dan penyelesaiannya.

Dialektika Hegel, yang sering dirangkum dalam pola tesis-antitesis-sintesis, menjadi kerangka utama dalam menjelaskan bagaimana realitas berkembang menuju kesempurnaan rasionalnya. Dalam konteks idealisme absolut, dialektika ini tidak hanya berlaku pada pemikiran individu tetapi juga pada sejarah dan kesadaran kolektif umat manusia. Hegel berpendapat bahwa melalui kontradiksi-kontradiksi yang muncul dalam sejarah, Roh Absolut secara bertahap mengungkapkan dirinya dalam bentuk yang semakin sempurna, sehingga realitas pada akhirnya akan mencapai kesadaran yang sepenuhnya rasional.

Dengan demikian, idealisme absolut Hegel tidak hanya menawarkan sebuah metafisika yang melihat realitas sebagai kesatuan spiritual, tetapi juga memberikan landasan bagi pemahaman sejarah sebagai proses rasional yang bergerak menuju realisasi kebebasan. Dialektika yang ia kembangkan menjadi alat konseptual untuk memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam filsafat, politik, dan budaya berkembang melalui konflik dan rekonsiliasi, sehingga memungkinkan manusia untuk mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang dunia dan dirinya sendiri.

Secara garis besar, Hegel memandang sejarah sebagai gerakan progresif yang didorong oleh kebebasan Roh. Menurutnya, sejarah dunia dapat diibaratkan seperti sebuah teater di mana Roh menjadi penggerak utamanya. Sejarah tidak bersifat siklis atau berputar-putar pada titik yang sama, melainkan memiliki arah yang terus-menerus menyempurnakan diri. Proses ini terjadi melalui mekanisme dialektika, yang terdiri dari tiga tahap yaitu: tesis, antitesis, dan sintesis. Roh yang awalnya ada dalam dirinya (tesis) kemudian mengeksternalisasi diri (antitesis), dan akhirnya diangkat ke tingkat yang lebih tinggi (sintesis). Meskipun pemikiran Hegel terkesan abstrak dan kompleks, ia menawarkan optimisme dalam melihat perubahan zaman, termasuk dalam konteks pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian. Pandangan Hegel ini dapat menjadi sumber refleksi yang menarik untuk memahami peristiwa-peristiwa besar di dunia.

Dialektika Hegel: Merangkul Kontradiksi

Budi Hardiman, dalam bukunya Filsafat Modern, menjelaskan bahwa gagasan dialektika Hegel sebenarnya mirip dengan aktivitas sehari-hari, yaitu dialog. Namun, dialog yang dimaksud di sini bukan sekadar komunikasi antara satu orang dengan orang lain, melainkan lebih sebagai proses berpikir yang dinamis. Dialektika adalah alur pemikiran yang berpetualang untuk mencapai kesimpulan yang menyeluruh dan komprehensif.

Dialektika Hegel terdiri dari tiga tahap:

1. Tesis: Ini adalah gagasan atau proposisi awal yang menjadi titik tolak pemikiran.

2. Antitesis: Ini adalah sanggahan atau tantangan terhadap tesis, yang muncul sebagai reaksi atas gagasan awal.

3. Sintesis: Ini adalah hasil dari pertemuan antara tesis dan antitesis, yang menghasilkan gagasan baru yang lebih kompleks dan berkembang.

Dalam bukunya The Science of Logic, Hegel memberikan contoh sederhana: jika tesisnya adalah “ada” (being), maka antitesisnya adalah “tidak ada” (nothing). Sintesisnya bukan lagi sekadar “ada” atau “tidak ada,” tetapi “ke-menjadi-an” (becoming), yaitu proses di mana “ada” dan “tidak ada” saling berinteraksi dan menghasilkan sesuatu yang baru. Dengan demikian, dialektika bukanlah proses statis, melainkan dinamis dan terus berkembang.

Untuk mempermudah pemahaman tentang dialektika Hegel, Lemon memberikan ilustrasi melalui kisah seorang tukang tembikar. Suatu hari, seorang tukang tembikar membayangkan bentuk karya seni yang ingin ia buat. Pada tahap ini, ia telah membentuk suatu gagasan awal (tesis). Kemudian, ia mulai mewujudkan gagasan tersebut dengan mengambil tanah liat dan membentuknya menjadi tembikar. Ia membuat bagian pinggir tembikar agak tebal agar kuat dan tidak pecah saat dibakar. Ini adalah tahap awal atau tesis.

Namun, dalam proses pengerjaan, ia menyadari bahwa tembikar yang dibuatnya tidak sesuai dengan bayangannya. Ia merasa bahwa tembikar itu bukanlah bagian dari dirinya, melainkan objek yang asing. Karena itu, ia menghancurkan tembikar tersebut (antitesis). Setelah itu, ia memperbaiki kecacatan yang ada dan membuat tembikar dengan bagian pinggir yang lebih tipis. Akhirnya, ia berhasil menciptakan karya seni yang lebih baik dan sesuai dengan yang diinginkannya (sintesis).

Namun, proses ini tidak berhenti di situ. Tembikar yang baru ini mungkin masih memiliki kekurangan, seperti kurangnya keindahan atau fungsi tertentu. Maka, sang tukang tembikar terus memperbaikinya dengan menambahkan gagang atau memberikan corak warna tertentu. Dengan demikian, tembikar yang baru ini menjadi tesis baru yang akan dihadapkan pada antitesis berikutnya, dan seterusnya. Proses ini menunjukkan bahwa kontradiksi mendorong ke arah penyempurnaan.

Sejarah sebagai Aktualisasi Roh Absolut

Hegel tidak hanya membahas dialektika dalam konteks pemikiran, tetapi juga menerapkannya dalam filsafat sejarah. Menurutnya, sejarah dunia adalah manifestasi dari Roh Absolut, yang bergerak melalui kesadaran diri manusia. Roh Absolut adalah prinsip pengatur yang mengarahkan sejarah menuju kebebasan.

Hegel menjelaskan bahwa sejarah dimulai ketika Roh melakukan refleksi terhadap dirinya sendiri (tesis). Kemudian, Roh mengeksternalisasi dirinya ke dalam kenyataan dunia (antitesis). Akhirnya, seluruh kenyataan historis ini diangkat ke tingkat yang lebih tinggi (sintesis). Proses ini terus berulang, sehingga sejarah tidak pernah berhenti pada satu titik, melainkan terus berkembang.

Contoh konkret dari gerak dialektika dalam sejarah dapat dilihat dalam peristiwa-peristiwa besar seperti Reformasi Protestan dan Revolusi Perancis. Reformasi Protestan muncul sebagai antitesis terhadap otoritas Gereja Katolik yang dogmatis. Kemudian, Revolusi Perancis menjadi sintesis yang membawa kebebasan dan otonomi bagi masyarakat. Melalui peristiwa-peristiwa ini, Hegel menunjukkan bahwa sejarah adalah proses progresif menuju kebebasan.

Bentuk Konkret Dialektika

Dalam konteks pandemi Covid-19, pemikiran Hegel dapat menjadi sumber refleksi yang menarik. Pandemi ini menunjukkan bagaimana manusia dihadapkan pada tantangan baru yang memicu perkembangan ilmu kesehatan dan teknologi. Misalnya, dari praktik pengobatan kuno hingga penemuan vaksin, manusia terus berusaha mengatasi penyakit melalui inovasi dan pengetahuan.

Hegel akan melihat pandemi ini sebagai bagian dari gerak dialektika sejarah. Awalnya, manusia mengandalkan kekuatan supranatural untuk mengatasi penyakit (tesis). Kemudian, mereka mulai mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengatasi penyakit (antitesis). Akhirnya, sintesisnya adalah penemuan vaksin dan upaya pencegahan penyakit yang lebih efektif.

Namun, proses ini tidak berhenti di situ. Virus terus berevolusi, dan manusia harus terus beradaptasi. Pandemi Covid-19 menjadi antitesis baru yang memicu sintesis berikutnya, seperti perkembangan teknologi kesehatan yang lebih maju dan kesadaran global tentang pentingnya kolaborasi dalam menghadapi krisis.

Kesimpulan

Pemikiran Hegel tentang sejarah dan dialektika menawarkan pandangan optimis tentang pergerakan sejarah sebagai manifestasi Roh yang terus menyadari dirinya. Melalui proses tesis-antitesis-sintesis, sejarah bergerak maju menuju kebebasan dan penyempurnaan diri. Dalam konteks pandemi Covid-19, manusia dihadapkan pada tantangan baru yang memicu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun situasi saat ini penuh ketidakpastian, pemikiran Hegel mengajarkan kita untuk melihat setiap tantangan sebagai bagian dari proses sejarah yang membawa kemajuan. Kebebasan manusia dan kesadarannya akan terus memainkan peran penting dalam mengarahkan sejarah ke depan.

Penulis: Fauzan Addinul Jihad

Editor: Aryanti Artikasari

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *