Sabar dan Ikhlas: Orang Tua Santri Al Khoziny Meneladani Makna Ujian dalam Al-Baqarah Ayat 155 (Tafsir Al Azhar)
Tragedi di Pondok Pesantren Al‑Khoziny Sidoarjo menjadi ujian berat bagi banyak keluarga. Pada Senin, 29 September 2025, bangunan mushala di Al‑Khoziny ambruk saat ratusan santri tengah salat Ashar[1]. Akibatnya puluhan santri tertimbun reruntuhan, dan data resmi Basarnas menyebutkan sebanyak 67 orang meninggal dunia dan 104 orang selamat dalam insiden itu[2][1]. Musibah ini tentu membawa duka mendalam, tetapi banyak orang tua justru menunjukkan keteladanan luar biasa: mereka menerima ujian ini dengan sabar (tegar) dan ikhlas (tulus menerima takdir). Sikap para orang tua santri ini sejalan dengan pesan agung dalam Al-Qur’an Surat Al‑Baqarah Ayat 155, yang menjadi tema utama tafsir Hamka di Tafsir Al Azhar.
Beberapa hari pasca-tragedi, media melukiskan suasana haru: ratusan keluarga bergantian datang ke posko evakuasi dengan wajah menunggu kabar, sambil berdoa dan menguatkan satu sama lain. Liputan6 melaporkan bahwa “di balik harapan, orang tua korban sudah siap bila Tuhan berkehendak lain” – sebagian besar keluarga telah pasrah menghadapi nasib anak-anak mereka[3]. Misalnya, Fulanah, seorang ibu dari Santri Al‑Khoziny asal Semarang, perlahan menenangkan diri dan benar-benar menyerahkan nasib putranya kepada Allah. Ia berusaha ikhlas menerima apa pun keputusan-Nya, meski rasanya amat berat[4]. Ia percaya segala usaha harus diiringi tawakkal, dan dengan dorongan dukungan keluarga, ia belajar merelakan semuanya kepada Tuhan.
Hal serupa terlihat pada orang tua korban lain. Seorang keluarga korban bernama Fulan menerangkan bahwa banyak orang tua memilih mengikhlaskan musibah ini tanpa protes, karena tradisi kepercayaan santri terhadap kiai dan pesantren[5]. Sikap diam dan menyetujui ini muncul bukan dari kelemahan, melainkan dari keyakinan bahwa segala sesuatu sudah menjadi kehendak Allah. Bahkan Menteri Sosial Gus Fulan, ketika meninjau lokasi, mengingatkan agar keluarga korban “tetap bersabar dan menyerahkan sepenuhnya proses evakuasi kepada tim profesional”, serta menerima dengan ikhlas apapun hasilnya, baik santri ditemukan selamat maupun tidak[6]. Pesan para tokoh dan keluarga ini menunjukkan kesadaran mereka akan hakikat ujian: meski berat, ujian mesti dihadapi dengan sabar dan hati terbuka.
Sikap-sikap itu mencerminkan semangat Al-Qur’an: orang beriman diuji dengan berbagai kesulitan agar keimanan mereka muncul sebagai benteng kokoh. Dalam konteks musibah Al‑Khoziny, banyak orang tua menyambutnya seperti ujian dari Allah, tetap berdoa dan berusaha (seperti menaati saran SAR yang berhati-hati), namun berserah diri bila ajal memang takdirNya. Fulan bin Fulan, misalnya, masih berdoa semoga ada celah udara di reruntuhan, namun ia juga “sudah siap bila Tuhan berkehendak lain”[7]. Dengan demikian, harapan dan rasa pasrah berjalan beriringan – itulah karakter utama orang sabar yang ikhlas.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 155, Allah berfirman bahwa Dia pasti akan menguji hamba-Nya dengan beberapa bentuk cobaan: “kita beri kalian ujian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan”. Ayat ini menjelaskan bahwa cobaan hidup – mulai dari bencana alam hingga kehilangan orang terkasih – adalah bagian dari rencana Allah untuk menguji keteguhan iman. Dari sudut pandang tafsir Al Azhar, rincian ujian ini punya gambaran konkret. Hamka menjelaskan misalnya bahwa rasa takut pada masa Nabi Muhammad SAW bisa berarti ancaman dari musuh, wabah penyakit, bahkan fitnah dari orang munafik di sekitar Madinah[8]. Rasa lapar bisa diartikan sebagai kesulitan ekonomi atau kekurangan bahan pangan. Ujian kekurangan harta atau jiwa bisa meliputi kehilangan kekayaan atau orang tercinta.
Meski terdengar berat, Allah mengingatkan bahwa semua ujian tersebut ada makna mulia: mengangkat derajat sabar dan kekuatan tauhid dalam diri hamba-Nya. Tafsir Al Azhar menegaskan bahwa setiap penderitaan itu bertujuan “mencapai suatu cita-cita” tinggi (yakni menegakkan kalimat tauhid), sehingga setelah kepahitan lahir manisnya kemenangan rohani[8]. Allah pun berfirman, “berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar”[9]. Artinya, bagi mereka yang tegar menanggung ujian dengan hati tulus, ada janji kelegaan dan pahala besar. Dalam tafsir Hamka, sabar itu seolah menjadi “tameng diri” yang membuat hidup yang berat menjadi ringan[10]. Mereka yang sabar memahami bahwa segala musibah adalah ketetapan dari Allah, sehingga ikhlas menjaga keimanan. Inilah makna penting dari ayat tersebut – menguji kesabaran agar hamba yakin semua berasal dan kembali kepada Allah, seperti yang diungkap Hamka: “Ucapan tersebut hanya dimiliki oleh orang yang sabar” (mengenai mengikhlaskan segala keadaan)[9].
Tafsir Al Azhar lebih jauh menggambarkan sabar sebagai sifat luar biasa dalam perjuangan seorang Muslim. Menurut Hamka, sabar adalah keteguhan dan ketahanan dalam perjuangan mencapai cita-cita tauhid[11]. Sabar itu bukan sekadar menunggu dengan pasif, melainkan terus bertahan melawan kecemasan dan ketakutan yang datang tanpa diduga. Hamka menekankan bahwa sifat sabar disebutkan lebih dari seratus kali dalam Al-Qur’an, menandakan betapa berat dan pentingnya sabar[10]. Orang sabar akan bijak melihat ujian sebagai kesempatan meningkatkan keimanan. Dalam contoh Al‑Khoziny, para orang tua membuktikan hal ini: meski duka sangat dalam, mereka tetap teguh dalam doa dan keyakinan. Mereka yakin pahala dan pertolongan Allah menyertai hamba yang sabar.
Lebih dari itu, tafsir ini mengajarkan bahwa sabar melahirkan ikhlas. Hamka memaparkan bahwa orang sabar mengetahui bahwa segala yang dialami berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya[9]. Karena itu, hanya orang sabar yang benar-benar bisa merelakan takdir. Kita lihat Waqiah, misalnya, melepaskan segalanya kepada Allah dan berikhlas menerima ketetapanNya[4]. Begitu juga keluarga lain yang memilih bersabar tanpa menuntut keadilan duniawi. Mereka menunjukkan bahwa hati yang ikhlas adalah buah dari sabar yang menempuh ujian.
Kisah para orang tua santri Al‑Khoziny menjadi cermin kuat akan sabar dan ikhlas dalam perspektif Islam. Mereka meneladani langsung makna Surat Al-Baqarah ayat 155: menerima ujian dengan lapang dada dan menjadikannya jalan memperteguh iman. Tafsir Al Azhar mengingatkan kita, sabar merupakan benteng kokoh dari setiap cobaan dan menjanjikan kebahagiaan akhir bagi orang-orang yang bersabar[8][9]. Keikhlasan mereka mengajarkan bahwa setelah tiap ujian pasti ada kemudahan (sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”).
Dengan sudut pandang keagamaan, kita belajar untuk selalu berdoa dan berserah pada Allah dalam musibah, seperti para orang tua santri itu. Mereka menguatkan diri dengan doa, salat berjamaah, dan rasa percaya penuh kepada Allah – bentuk perjuangan spiritual yang tinggi. Banyak pihak, termasuk pejabat dan tetangga, memberikan dukungan sehingga mereka pun dapat lebih ikhlas menghadapinya[6][5]. Para orang tua ini yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala kebaikan mereka[11].
Pada akhirnya, ujian Al‑Khoziny menjadi momentum pengingat universal: sebagai muslim kita pernah dan akan diuji dengan berbagai bentuk cobaan. Kesabaran dan keikhlasan adalah kunci untuk tetap teguh. Jadikan teladan orang tua santri Al‑Khoziny sebagai motivasi – bahwa dalam kegelapan duka, cahaya iman dengan sabar dan ikhlas akan membawa kita kepada pertolongan dan pahala dari Allah. Sebagaimana dijanjikan Al-Qur’an, mereka yang bersabar akan mendapat kabar gembira, dan ujian Allah hanyalah sarana menaikkan derajat keimanan kita. Semoga kita semua dimudahkan dalam setiap ujian kehidupan, dengan hati yang selalu sabar dan ikhlas.
Sumber: Berbagai laporan berita terpercaya tentang peristiwa Al-Khoziny (Liputan6, Detik, NU Online) serta penafsiran Surat Al-Baqarah Ayat 155 dalam Tafsir Al Azhar (Hamka) yang menegaskan nilai sabar dan ikhlas dalam menghadapi ujian[3][8][11][6].
[1] [2] Operasi SAR Musibah Pesantren Al-Khoziny Ditutup: Total Korban Meninggal 67 Orang
[3] [4] [7] Ketika Duka dan Ikhlas Mengalun dari Orang Tua Korban Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk – Regional Liputan6.com
[5] Kata Keluarga Korban Soal Proses Hukum Ponpes Al Khoziny
[6] Ponpes di Sidoarjo Ambruk, Mensos: Kita Harus Sabar dan Ikhlas
[8] [9] repository.uinsaizu.ac.id
[10] [11] repository.uinsaizu.ac.id
Penulis: Affan Ghoffar Huroeroh
Nim: G100230062
Editor:Rauuf Bukhari
