Tawakal di Tengah Ketidakpastian Hidup: Refleksi Surat At-Talaq Ayat 3 dalam Realitas Masyarakat Modern
Di tengah situasi hidup yang serba tidak pasti seperti sekarang harga kebutuhan pokok yang naik turun, lapangan kerja yang makin sempit, serta ketegangan sosial akibat perubahan ekonomi banyak orang merasa gelisah dan kehilangan arah. Tidak sedikit masyarakat yang terjebak dalam stres, cemas, bahkan keputusasaan karena sulitnya mempertahankan kestabilan hidup. Namun, di antara keresahan itu, ada sebagian orang yang justru tetap tenang dan mampu menghadapi hidup dengan sabar serta penuh harapan. Keteguhan hati mereka lahir dari keyakinan yang kuat akan janji Allah dalam Surat At-Talaq ayat 3, yang berbunyi:
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ٣
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah menjadikan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
Ayat ini memberikan pesan mendalam bahwa ketenangan dan kecukupan sejati tidak datang dari banyaknya harta atau kuatnya posisi sosial, melainkan dari keyakinan bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah dengan penuh hikmah.
Fenomena Sosial: Hidup di Tengah Ketidakpastian
Pandemi yang lalu telah mengubah banyak hal. Ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian, sementara sebagian lainnya harus berjuang dengan gaji pas-pasan. Di media sosial, kita sering menjumpai kisah warga yang berjualan kecil-kecilan, mengandalkan doa dan ikhtiar di tengah keadaan yang serba sulit. Salah satu contohnya adalah seorang ibu penjual gorengan di Yogyakarta yang viral karena tetap memberi sedekah kepada pengemis meski dagangannya sepi pembeli. Ia mengatakan dengan polos, *“Kalau saya kasih, nanti Allah yang ganti.”
Pernyataan sederhana itu merupakan wujud nyata dari konsep tawakal yang diajarkan Al-Qur’an. Ibu tersebut percaya bahwa rezeki tidak bergantung pada jumlah pembeli, tetapi pada kehendak Allah. Keyakinan semacam ini membuat seseorang tetap tenang menghadapi perubahan keadaan. Dalam pandangan masyarakat modern yang serba materialistis, sikap ini mungkin tampak sederhana, namun justru di situlah letak kekuatan spiritual seorang mukmin.
Makna Tawakal dalam Tafsir Al-Azhar
Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi menyerahkan hasil kepada Allah setelah berikhtiar sekuat tenaga. Dalam penjelasannya terhadap Surat At-Talaq ayat 3, Hamka menegaskan bahwa “orang yang tawakal adalah orang yang tidak berhenti bekerja, namun hatinya tidak tergantung pada hasil usaha itu.” Artinya, tawakal adalah keseimbangan antara usaha manusia dan kepercayaan penuh kepada takdir Allah.
Hamka juga menambahkan bahwa ketenangan yang dijanjikan Allah kepada orang yang bertawakal bukan semata berupa rezeki materi, melainkan juga ketenteraman hati dan kekuatan jiwa. Ketika seseorang meyakini bahwa segala urusan berada dalam genggaman Allah, ia tidak akan mudah panik menghadapi perubahan keadaan. Sikap inilah yang seharusnya menjadi pegangan masyarakat modern yang sering kali merasa kehilangan arah karena mengandalkan kekuatan diri semata.
Dalam konteks sekarang, nilai tawakal sangat relevan. Banyak orang muda yang mengalami kegelisahan hidup karena standar sosial yang tinggi dan tekanan ekonomi. Namun jika mereka memahami ajaran Al-Qur’an tentang tawakal, maka mereka akan lebih tenang menghadapi tantangan. Tawakal tidak berarti menyerah pada keadaan, melainkan meyakini bahwa setiap ikhtiar yang tulus akan membawa hasil terbaik, meski mungkin tidak sesuai dengan rencana manusia.
Keteladanan dalam Kehidupan Nyata
Dalam sebuah liputan NU Online, seorang petani di Lamongan mengaku tetap menanam padi meski musim kemarau panjang membuat hasil panen berkurang drastis. Ia berkata, “Tugas saya menanam, urusan tumbuh itu urusan Gusti Allah.” Ucapan itu menggambarkan makna tawakal dalam kehidupan sehari-hari. Ia tetap berusaha, tetapi tidak lupa menyerahkan hasilnya kepada Sang Pencipta.
Sikap seperti ini seharusnya menjadi cermin bagi masyarakat perkotaan yang sering kali mudah cemas ketika rencana hidup tidak berjalan sesuai harapan. Tawakal mengajarkan manusia untuk tetap bergerak sambil yakin bahwa segala hasil telah ditentukan oleh Allah. Dengan demikian, seseorang akan terhindar dari keputusasaan yang berlebihan, karena hatinya selalu dilandasi rasa percaya kepada ketetapan Ilahi.
Penutup
Konsep tawakal sebagaimana dijelaskan dalam Surat At-Talaq ayat 3 bukan hanya ajaran teoretis, melainkan prinsip hidup yang nyata. Masyarakat modern yang dilanda krisis keyakinan dan ketidakpastian seharusnya kembali kepada nilai Qur’ani ini. Dengan tawakal, manusia akan menemukan ketenangan batin, sebab mereka sadar bahwa hidup sepenuhnya berada dalam pengaturan Allah.
Sebagaimana disampaikan Buya Hamka, “tawakal adalah puncak dari iman; ia menenangkan hati ketika usaha belum berhasil, dan membuat sabar ketika ujian datang.”⁶ Maka dari itu, marilah kita belajar meneladani orang-orang sederhana yang tetap tenang dalam kesulitan karena mereka sesungguhnya telah memahami rahasia besar kehidupan: bahwa rezeki dan takdir tidak pernah salah alamat.
Penulis:Hayatul Yumna
Mahasiswa Ilmu Quran & Tafsir
Nim:G100230041
Sumber
- Al-Qur’an, Surat At-Talaq ayat 3.
- Liputan6.com, “Ibu Penjual Gorengan di Yogyakarta Viral karena Bersedekah Meski Dagangan Sepi,” tayang 18 Juli 2024.
- Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), Jilid 28, hlm. 106.
- Ibid., hlm. 108.
- NU Online, “Petani Lamongan Ajarkan Makna Tawakal di Tengah Kekeringan,” diakses 15 September 2025.
- Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 28, hlm. 109.

