ARTIKEL

Negara Kecil

Manusia sering terlihat seperti melintasi jalan-jalan kehidupan yang penuh dengan perubahan. Mereka bergerak maju namun terkadang juga berhenti sejenak untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Kehidupan ini terasa seperti lingkaran yang terus berulang, kadang membosankan dan menyakitkan. Kita merasakan bahagia namun juga kesedihan, gairah namun juga pasrah, serta sifat altruistik yang kadang-kadang berubah menjadi egois. Semua ini membawa kita pada pengalaman emosional yang dalam, seperti pekikan hati yang terdengar hanya oleh dirinya sendiri.

Dari segala hujaman problematika kehidupan yang begitu deras tentunya kita butuh sebuah “tempat” bernaung untuk melepaskan semuanya. Tempat dimana segala keresahan-keresahan terlupakan. Kita tak perlu memikirkan tentang masalah apa yang akan datang esoknya. Uniknya, tempat tersebut tak perlu susah payah kita bangun. Mungkin kita bisa membangun sebuah tempat dimana kita bisa bersorak sorai di dalamnya bersama orang-orang yang kita sayangi. Bersama sahabat dalam sebuah “Negara Kecil” yang akan kita huni dengan segala kebahagiaannya dan kenyamanannya.

“Manusia adalah makhluk sosial”, kalimat tersebut barangkali sangat membosankan untuk kita dengar. Namun, jika kita berpikir apakah kita bisa hidup sendirian? Coba bayangkan ketika ada masalah yang menerpamu kepada siapa lagi yang akan membantumu, mendengarkan curahan isi hatimu, dan membantu membangun dinding dalam lubuk hatimu agar senantiasa kokoh?

Hidup tak pernah lepas dari dimensi sosial. Sebuah kumpulan manusia yang saling berinteraksi satu sama lain. Sebuah kelompok sosial yang saling menopang satu sama lain di setiap kondisi. Sebagai sekelompok individu yang memiliki kesadaran akan makna kebersamaan dalam setiap perilaku individu masing-masing (Gemeinsame Sinndeutung).

Kesadaran akan kepedulian bersama menunjukkan bahwa kebutuhan akan interaksi sangatlah penting. Sehingga hubungan timbal balik pada setiap individu membentuk sebuah simbiosis yang dapat membangun jaringan dukungan, bantuan, dan merasakan sense of belonging yang krusial untuk kesejahteraan emosional dan psikologis.

Bayangkan jika anda hidup menanggung semua masalahnya sendiri. Tak ada yang mendengarkan keluh kesahmu, tak ada tempat untuk berbagi, tak ada yang memberimu saran, dan tak ada satupun yang peduli denganmu! Mengasingkan diri dan memendam perasaanmu seorang diri itu ibarat sebuah tangan yang “lepas” dari tubuhnya yang utuh. Apakah tangan itu bisa bergerak sendiri tanpa memerlukan tubuh tersebut? Tentu tidak! Menginsafinya menandakan keabsahan tabiat yang tertanam dalam diri manusia. Muskil untuk menafikan dan bersikukuh dalam kesendirian meskipun beberapa orang cenderung introvert.

Kita perlu menciptakan sebuah tempat indah dalam hidupmu. Tak perlu banyak, satu pun sudah cukup. Karena kelak kamu akan menjelajahi dunia yang menantang, dan kamu butuh tempat untuk istirahat sejenak. Di situlah kamu merasakan momen-momen berharga bersama orangorang terdekat. Dan saat tiba waktunya, kamu akan kembali ke tempat asalmu, membawa cerita-cerita yang indah dari perjalananmu. Mengasingkan diri dan memendam perasaanmu seorang diri itu ibarat sebuah tangan yang “lepas” dari tubuhnya yang utuh.

Merasakan suasana kebersamaan menjadi sebuah pelipur lara. Akan selalu ada anugerah tersendiri di balik bingkai kehidupan semacam itu. Termanifestasikan dalam bentuk canda dan tawa. Selalu menghadirkan kesan-kesan yang senantiasa tersimpan dalam memori dan mengalir dalam setiap momentum kebersamaan. Menciptakan sebuah tujuan sederhana: menjadi bahagia.

Eudaimonia, dalam bahasa Yunani yang bermakna “keberuntungan yang baik”. Ini merujuk pada kondisi kehidupan dengan kebahagiaan yang langgeng. Berbeda dengan kesenangan sementara yang hanya memberikan pengalaman psikologis semata. Untuk mendapat kebahagiaan, persahabatan menjadi melodi indah yang memenuhi jiwa dengan kebahagiaan yang mendalam. Persahabatan bukan hanya simpul ikatan sehari-hari, melainkan tarian yang menyatukan hati dengan kebaikan dan keindahan.

Dalam pandangan eudaimonia, sahabat bukan hanya teman perjalanan, tetapi juga cahaya yang Aristoteles mengidentifikasi tiga jenis persahabatan utama:

• Persahabatan Berdasarkan Keuntungan (Utilitarian Friendship)

• Persahabatan Berdasarkan Kesenangan (Pleasurable Friendship)

• Persahabatan Berdasarkan Kebaikan (Friendship Of The Good)

Berdasarkan hal tersebut, jenis persahabatan yang paling dihargai dan tertinggi adalah persahabatan berdasarkan kebaikan yang akan membuahkan kebahagiaan. Kebahagiaan ini diperoleh setelah memenuhi kebutuhan diri melalui persahabatan. Kebutuhan akan mudah tercukupi satu sama lain baik dari segi materi maupun non materi. Kebahagiaan hanya dihasilkan oleh kebaikan moral dalam hangatnya kebersamaan.

Kebaikan dapat disebut sebagai kebaikan apabila dicapai dengan kebaikan pula. Tidaklah disebut kebaikan apabila dicapai dengan menguntungkan satu sisi dan merugikan sisi lainnya. Sehingga persahabatan tak didasarkan pada kepentingan pribadi semata dan kebahagiaan dapat diperoleh dari dua sisi orang yang bersahabat. Hal ini membantu memelihara esensi kebahagiaan yang sejati, karena kebahagiaan sejati tidak hanya bergantung pada hasil akhir, tetapi juga pada proses dan niat yang baik dalam memberikan keuntungan dari seluruh pihak.

Perlu Diingat Pada akhirnya, dasar persahabatan adalah ikatan yang menginspirasi dan mendukung pencapaian kebaikan moral serta keutamaan. Teman sejati di panggung persahabatan memberikan inspirasi dan bantuan dalam mencapai kebaikan moral. Dengan demikian, persahabatan memainkan peran penting dalam perjalanan menuju kehidupan yang bermakna dan penuh kebahagiaan.

Aristoteles mengatakan bahwa komunitas manusia berkembang dari yang kecil hingga negara. Kebahagiaan individu terhubung erat dengan kebahagiaan masyarakat, yang menjadi dasar bagi terbentukanya tempat terindah yang kita huni. Sebuah “Negara Kecil” dihuni bersama sahabat-sahabat terdekat, tempat di mana kebersamaan dan kebahagiaan hadir dalam kesederhanaan, menciptakan dunia yang berarti bersama sahabat-sahabat yang dipercaya.

Terkadang, ada cibiran dari kelompok persahabatan lain yang merasa lebih unggul daripada selainnya, merendahkan kelompok lainnya, dan menetapkan standarisasi keren tidaknya sesuai citraan mereka sendiri. Namun, siapa sebenarnya yang menetapkan standar ini? Siapa yang memiliki hak untuk menilai gaya berpakaian atau minat sesorang? Penilaian semacam itu hanya membatasi kebebasan dan memaksa kita untuk sesuai dengan ekspektasi sosial. Ini membuat kita kehilangan autentisitas dan terjebak dalam arus nilai-nilai palsu yang tidak bermakna. Lebih buruk lagi, penilaian semacam itu hampir-hampir ‘mematikan’ eksistensi manusia untuk hidup secara bebas.

Kita merasa terikat pada aturan yang mengikat tangan dan kaki kita, sehingga tak mampu berenang melawan arus. Kita terombang-ambing dalam arus nilai-nilai yang tidak memiliki batasan yang jelas. Kadang, hal-hal yang sebenarnya tak berarti membuat kita terpengaruh oleh asumsi orang lain. Kita terjebak dalam standarisasi penilaian yang tidak masuk akal. Mereka yang terlalu fanatik memuja penilaian tersebut dan ingin mendapat pengakuan. Sehingga kita terpaksa mengidealkan “negara kecil” dimana kita sebenarnya tak betah di dalamnya dengan persahabatan palsu. Seringkali, kita merasa tidak sesuai dengan standarisasi yang ada. Membuat hati berteriak, meski tak terdengar, namun dapat dirasakan.

Terjebak dalam standar nilai yang membatasi membuat kita ingin melepaskan diri. Lingkungan yang tidak sehat semakin memperkuat ikatan yang mengikat kita. Rasa terpaksa, ketakutan, dan keraguan menghalangi langkah menuju kebebasan sejati. Seringkali, kita merasa tidak sesuai dengan standarisasi yang ada. Membuat hati berteriak, meski tak terdengar, namun dapat dirasakan. Terjebak dalam standar nilai yang membatasi membuat kita ingin melepaskan diri. Lingkungan yang tidak sehat semakin memperkuat ikatan yang mengikat kita. Rasa terpaksa, ketakutan, dan keraguan menghalangi langkah menuju kebebasan sejati. Persahabatan adalah salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidup. Kita tidak dapat memilih keluarga kita, tetapi kita dapat memilih teman-teman kita -Elizabeth Gilbert

Penulis: Fauzan Absurdinul Jihad

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *