ARTIKEL

Kunci Rahasia Transformasi Diri Menuju Kebaikan

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

Rasulullah SAW bersabda:

“Demi Allah, aku benar-benar meminta ampun dan bertaubat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari” (HR. Bukhari [6380] dari Abu Hurairah r.a).[1]

Istighfar secara harfiah berarti meminta maghfirah (ampunan). Kata ‘maghfirah’ dalam bahasa Arab memiliki akar kata yang sama dengan ‘mighfar’, yaitu alat pelindung/penutup kepala pada waktu perang. Ada unsur kesamaan di antara keduanya: yaitu sama- sama ‘menutupi’ sesuatu sehingga tidak terlihat. Istighfar sering disandingkan dengan kata taubat. Apa perbedaan antara istighfar dengan taubat? Istighfar dengan taubat adalah dua rangkai kata yang jika dipisah bersatu’ dan jika disatukan terpisah.

Jika dipisah bersatu

Maksudnya, jika suatu kalimat hanya mengandung kata istighfar saja, tidak mengandung kata taubat, maka kata istighfar juga bermakna taubat sekaligus.

Contoh: dalam surat Nuh ayat 10, Nabi Nuh menyatakan:

“Maka aku berkata: Beristighfarlah kepada Rabb kalian…”

Dalam ayat tersebut Nabi Nuh menyuruh kaumnya untuk beristighfar kepada Allah, dan dalam makna istighfar itu juga terkandung perintah bertaubat.

Jika disatukan terpisah

Dalam sebuah kalimat terdapat kata istighfar dan taubat bersamaan, maka masing- masing memiliki makna tersendiri.

Contoh: kalimat dzikir yang sering dibaca Nabi

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadaNya.

“Aku beristighfar kepada Allah” maksudnya: Ya Allah, ampunilah dan tutupilah dosaku yang telah lalu. “Aku bertaubat kepada Allah” maksudnya adalah: Ya Allah, aku memohon kepadaMu agar Engkau memberikan taufiq kepadaku supaya aku tidak terjerumus lagi dengan kesalahan-kesalahan yang pernah aku perbuat di masa mendatang.[1]

Hukum asal istighfar adalah dianjurkan, berdasarkan firman Allah,

وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Muzzammil: 20)

Terkadang, hukum istighfar bisa menjadi wajib. Misalnya, istighfar untuk maksiat tertentu.

Terkadang juga bisa menjadi haram. Misalnya, istighfar untuk orang kafir. Allah berfirman,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُوْلِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang- orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.” (At-Taubah: 113)

Allah juga berfirman mengenai orang-orang munafik,

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمُ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (At-Taubah: 84)

Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Menshalatkan orang kafir dan memohonkan ampunan bagi mereka hukumnya haram, berdasarkan nash-nash Al-Qur’an dan ijma ulama.” Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis sehingga orang yang berada di sekelilingnya pun ikut menangis.

Kemudian beliau bersabda, “Aku memohon izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan baginya, namun tidak diperkenankan oleh-Nya. Aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, lalu diperkenankan oleh-Nya. Karena itu, berziarahlah kubur karena ia akan mengingatkan kalian akan kematian.”[1]

Jadi dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa istighfar adalah permohonan kepada Allah agar dosa seseorang diampuni dan agar dirinya dilindungi dari siksa, karena Istighfar bisa menghapus dosa dan kesalahan-kesalahan kecil kita kepada Allah. Oleh sebab itu, setiap muslim harus memohon ampun kepada sang penciptanya. Meskipun setiap dari kita pasti tidak luput dari perbuatan dosa. Bahkan Nabi Muhammad SAW yang dijamin masuk surga dan tidak pernah berbuat dosa, masih meminta ampunan kepada Allah sebagai bentuk memberi contoh yang baik bagi ummatnya.

Rasulullah bersabda, “Aku adalah orang yang paling bertaqwa dan paling mengetahui tentang Allah. Namun, aku beristighfar kepada Allah sehari semalam lebih dari tujuh puluh kali”. Dalam Riwayat lain disebutkan, “Hatiku bisa berkabut dan aku beristighfar kepada Allah seartus kali dalam sehari”.

Penulis : Fristika Maulida Aminatuz Zuhria

Sumber:

[1] Achmad Ainul Yaqin, 40 Hadis Akhlak Muslim Ideal, Cetakan III, Jilid I (Surabaya: CV. Dinar Jaya, 2022), 19.

[2] Abu Usman Kharisman, Sukses Dunia Akhirat Dengan Beristighfar Dan Taubat (Pustaka Hudaya, n.d.), 10–12.

[3] Muhammad Ismail Al-Muqaddam, Fikih Istighfar, Cetakan Pertama (Jakarta Timur: Darul Amal, 2014), 8–10.

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *