Ali Sadikin dan Peran Cendikiawan dalam Membangun Jakarta
Cendikiawan dan intelektual menjadi satu term yang tak sedikit didengungkan di negara berkembang layaknya Indonesia, perannya sebagai kontrol kekuasaan pemerintah perlu dirawat. Intelektual dan cendikiawan tak bisa didefinisikan secara jelas perbedaanya, namun secara simplistis cendikiawan dan intelektual adalah seorang intelegensia atau orang-orang terpelajar, yang selalu memikirkan persoalan-persoalan masyarakat secara menyeluruh, baik aspek kebangsaanya maupun aspek kemanusiaanya.
Cendikiawan dan intelektual dinegeri ini kerap kali mendapatkan tindakan represif dari pemerintah setempat karena cendikiawan substansinya terletak pada kebebasannya dalam melontarkan ide, gagasan dan alternatif. Hal ini wajar-wajar saja melihat perannya yang selalu merasa resah terhadap realitas. Kendati cendikiawan tak bisa banyak bertindak berbeda halnya dengan Ali Sadikin justru ia memimpin dengan sepenuh hati namanya mencuat seiring kepiawaiannya dalam memimpin Jakarta selama dua periode.
Historis peran cendikiawan di Indonesia
Dalam konteks sejarah cendikiawan di indonesia selalu berhasil menjadi garda terdepan dalam mebangun negeri ini, ketika zaman pergerakan khususnya soekarno dan hatta berhasil membawa kontribusi besar pada kemerdekaan cita-cita warga hindia belanda kala itu. Proses revolusi 45 tampaknya tak bisa lepas dengan konsekuensi logis dari proses penjajahan jepang sebelumnya.
Cendikiawan berperan besar dalam upayanya memobilisasi masa dari berbagai element masyarakat kala itu. Di negara maju seperti Indonesia tentu menjadi besar nama-nama cendikiawan dikarenakan kebeadaanya ditengah-tengah masyarakat yang selalu dekat dengan warga sekitar, dalam kondisi demikianlah cendikiawan menjadi satu sosok penting dalam membangun negara yang demokratis.
Pada masa ORBA (orde Baru) cendikiawan lebih banyak berperan sebagai teknokrat dalam membangun negeri dimana Soeharto dengan kepemimpinannya banyak melakukan pembangunan-pembangun besar sehingga peran cendikiawan pada masa ini tidak banyak memiliki kebebasan karena substansinya cendikiawan memiliki ide, gagasan dan kebebasan. Dengan kondisi tersebut maka ada beberapa dari cendikiawan yang merapat kepada pemerintah hal ini seperti CSIS (Centre for strategic and International Studies) yang pada awal perjalananya banyak memberikan ide, gagasan dan pelagai pembangunan alternatif. Yang kemudian berubah namanya menjadi ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia).
Ali Sadikin sebagai sosok cendikiawan yang turut harum namanya kiranya perlu menjadi perhatian khusus. Ia tercatat diangkat sebagai gubernur DKI Jakarta pada masa pergolakan politik kala itu dengan suasana mencekam akan pemubunuhan 7 jenderal militer oleh partai komunis Indonesia atau disebut dengan G30S/PKI yakni 1966 setahun setelah terjadinya fenomena tersebut ia diangkat oleh Ir. Soekarno untuk memimpin DKI Jakarta. Bang ali sapaan dekatnya dikenal dengan ketegasannya dan kedisiplinannya dalam memimpin menjadi satu nilai lebih dalam kepemimmpinannya
Ali Sadikin pemimpin yang dirindukan
Bang ali sebagai sosok yang keras dan tegas namanya tak akan lepas dalam pelbagai pembangunan ketika ia menjabat gubernur DKI Jakarta yang menjadi sorotan seluruh masyarakat Indonesia. sebagai representatif kota di Indonesia, DKI Jakarta dibawah Ali Sadikin dengan saldo awal hanya 66 juta sekian ia mampu membawa perubahan yang signifikan. “Pengangkatannya oleh Soekarno pada tahun 1966-1977 dan berakhir dua periode kepemimpinan berhasil menanamkan nilai-nilai revolusi, pembangunan serta demokratis terhadap DKI Jakarta.” Jelas Goenawan Mohammad sastrawan Indonesia
Kepiawaiannya dalam memimpin tidak terlepas peran intelektual yang tertancap didalam dirinya. Dengan daya intelektual yang cukup mengagumkan sosoknya amat bahagia ketika diberi amanah sebagai gubernur. Ali Sadikin berbeda dengan pemimpin pada umumnya. Salah satu kebijakan kontroversialnya ialah melegalkan perjudian khusus yang kala itu tersebar dimana-mana. Hal ini tentu mendapat kecaman oleh pihak agamawan di Indonesia. Namun keberaniannya inilah yang mampu mengakomodir segala aspek masyarakat.
Bang Ali dengan model kepemimpinannya yang kala itu berbeda dari yang lain berhasil membuat warga jakarta menangis ketika ia meninggalkan jabatannya. Ia dengan wewenangnya sebagai gubernur jakarta yang kala itu rendah secara ekonomi mampu ia makmurkan sehingga terjadi naiknya taraf hidup warga Jakarta.
Bang Ali kian menjadi sangat dicintai, kala itu jika ada yang berbeda pendapat tentang ide pembangunannya , ia secara terus terang memanggil mereka dan diajaknya berdialog dari sinilah juga tampak nilai-nilai demokratis dalam kepemimpinannya. Karena kerap kali ia memanggil mereka bang Ali pun turut berinisiatif dalam membangun LBH(Lembaga Bantuan Hukum), dan kalau memang dirinya salah dalam menjadi gubernur maka LBH harus menuntut saya dijalur pengadilan.
Nilai-nilai kepemimpinan
Adahal ihwal yang pelu diperhatikan dari sosoknya Ali Sadikin menjadi sosok yang kharismatik dengan latar belakang pendidikan orang tuanya berhasil menjadikan ia sosok yang memasyarakat. Ia juga seorang lulusan sekolah pelayaran dan jadilah ia seorang tentara marinir sebelumnya, namun ketika ia memimpin pun memiliki kepedulian terhadap seni dan kebudayaan.
Sehingga ia mendirikan dewan kesenian Jakarta bersama Goenawan Mohammad kelak menjadi sastrawan Indonesia dan ini menjadi satu-satunya di Asia bahwa kota harus memiliki lembaga resmi kesenian, nah nilai lebih di sinilah di mana bang ali memiliki kemauan untuk mendengar dan menyerap aspirasi masyarakat dan mewujudkannya, dengan kecendikiawanannya yang juga bergerak sebagai pelopor serta perintis, semoga kelak mampu menjadi inspirasi bagi seluruh kalangan. Wallahu a’lam bi shawwaf
“Ali Sadikin orang menyebutnya eeg koppig heid. Keras kepala” Kata Soekarno.
Penulis: Anas Asy’ari Nashuha
Editor: Pemas