Muhammadiyah dan Konsep Pembaruan Islam
Pembaruan Islam menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika perubahan zaman, yang bertujuan untuk menjaga relevansi dan kemurnian ajaran Islam. Gerakan pembaruan ini muncul sebagai respons atas kemunduran umat Islam pada abad ke-18, didorong oleh dominasi kolonial Barat dan semangat modernisasi. Yang pada saat itu di prakarsai oleh Muammad Abduh, Jamaludin Al-Afghani, dan Rasyid Ridho. Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, menjadi salah satu pelopor gerakan pembaruan Islam di Indonesia dengan memadukan purifikasi akidah dan ibadah serta modernisasi muamalah dalam berbagai bidang kehidupan. Melalui tajdid yang dilandasi ijtihad dan akal sehat, Muhammadiyah telah berperan signifikan dalam memajukan umat dan bangsa, menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang relevan, adaptif, dan rahmatan lil ‘alamin.
Seiring berjalannya waktu, dunia mengalami perubahan yang mencakup hal baik maupun buruk. Begitu pula dalam agama Islam, perubahan zaman dan perkembangan tak terelakkan. Islam pun secara tidak langsung turut mengalami perubahan. Seperti dua helai benang yang merajut peradaban secara beriringan, perubahan zaman dan pembaruan Islam menjadi hal yang saling terkait. Salah satu perkembangan Islam adalah munculnya konsep pembaruan yang lebih progresif pada awal abad ke-20, khususnya melalui gerakan yang diprakarsai oleh KH. Ahmad Dahlan di masa awal kemerdekaan Indonesia, yaitu Muhammadiyah. Gerakan ini bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam dengan konsep pembaruan.
Namun, apa sebenarnya konsep pembaruan Islam itu? Dan bagaimana Muhammadiyah memaknainya? Konsep pembaruan Islam berangkat dari kesadaran akan keterbelakangan umat Islam pada abad ke-18. Dominasi kolonial Barat tidak hanya mencabut kedaulatan politik tetapi juga melemahkan tatanan sosial, ekonomi, dan intelektual dunia Islam. Kesadaran akan ketertinggalan tersebut serta bangkitnya semangat nasionalisme mendorong lahirnya gerakan pembaruan Islam. Tokoh-tokoh seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, dan Rasyid Ridha menjadi pelopor yang menyuarakan pentingnya modernisasi dan penyesuaian ajaran Islam tanpa mengabaikan prinsip-prinsip fundamentalnya.
Upaya-Upaya Pembaruan Islam
Gerakan pembaruan Islam mencakup berbagai bidang, di antaranya yaitu:
- Pembaruan dalam Pendidikan, yakni pendidikan menjadi prioritas utama dalam gerakan pembaruan. Para pembaru mendirikan institusi pendidikan modern, menyusun kurikulum yang relevan dengan perkembangan zaman, dan menerjemahkan karya-karya dunia Barat ke dalam bahasa Arab. Tujuannya adalah melahirkan generasi Muslim yang berpikiran kritis, berwawasan luas, dan mampu bersaing secara global.
- Pembaruan dalam Hukum, yakni para pembaru menyesuaikan hukum Islam dengan perkembangan masyarakat modern melalui kajian mendalam terhadap teks-teks hukum klasik. Langkah ini menghasilkan interpretasi hukum yang lebih kontekstual, adil, fleksibel, dan sesuai dengan kebutuhan zaman.
- Pembaruan dalam Sosial, yaitu di bidang sosial, pembaruan difokuskan pada pemberdayaan perempuan, penghapusan diskriminasi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Para pembaru mendorong perempuan untuk mengakses pendidikan dan berkontribusi di ruang publik, sekaligus menghapus praktik-praktik seperti perbudakan dan poligami yang dinilai merugikan perempuan.
- Pembaruan dalam Ekonomi, yaitu pembaruan ekonomi berfokus pada menciptakan sistem yang berlandaskan keadilan, keberlanjutan, dan prinsip-prinsip Islam. Usaha yang dilakukan meliputi pendirian bank syariah, lembaga keuangan mikro, koperasi, serta program pemberdayaan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Konsep Pembaruan Islam Menurut Muhammadiyah
Muhammadiyah memaknai pembaruan melalui dua gerakan utama: purifikasi (pemurnian) akidah dan ibadah, serta modernisasi dalam bidang muamalah dan aspek kehidupan lainnya. Tajdid (pembaruan) menurut Muhammadiyah bertujuan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang relevan, pembeda antara yang benar dan salah, serta rahmatan lil ‘alamin.
Bagi Muhammadiyah, tajdid merupakan karakteristik mendasar ajaran Islam. Aktualisasi tajdid di berbagai bidang kehidupan memerlukan ijtihad yang dilandasi akal sehat. Gerakan pembaruan Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, berfungsi memajukan umat dan bangsa. Beberapa pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah, antara lain:
- Meluruskan Arah Kiblat, yakni Ahmad Dahlan memperbaiki arah kiblat yang dianggap kurang tepat.
- Pelaksanaan Sholat Id di Lapangan, yakni Sholat Id dianjurkan dilaksanakan di lapangan terbuka sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW.
- Menghilangkan Unsur Syirik, Tahayul, Bid’ah, dan Khurafat, yaitu Muhammadiyah berupaya menjauhkan praktik keagamaan dari unsur-unsur tersebut.
- Khutbah Jumat dalam Bahasa Lokal, yang mana Khutbah Jumat disampaikan dalam bahasa lokal agar lebih mudah dipahami masyarakat.
- Penentuan Awal dan Akhir Bulan Puasa dengan Hisab, yakni Muhammadiyah memperkenalkan metode hisab (perhitungan astronomis) untuk menentukan awal dan akhir Ramadan.
Selain itu, Muhammadiyah juga mempelopori:
- Sistematisasi Zakat, yaitu Pengelolaan zakat secara terorganisir.
- Pendidikan Modern, yaitu Mendirikan sekolah Islam modern, perguruan tinggi Muhammadiyah, dan media penerbitan.
- Pelayanan Kesehatan dan Sosial, yaitu Mendirikan PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) dan panti asuhan.
- Organisasi Perempuan ‘Aisyiyah, Bersama Nyai Walidah Dahlan, Ahmad Dahlan mendirikan ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan.
Pembaruan Islam adalah bagian integral dari dinamika zaman untuk menjaga relevansi dan kemurnian ajaran Islam. Gerakan ini merespons kemunduran umat Islam pada abad ke-18 akibat dominasi kolonial Barat dan semangat modernisasi yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, dan Rasyid Ridha. Di Indonesia, Muhammadiyah menjadi pelopor pembaruan Islam dengan memadukan purifikasi dan modernisasi melalui tajdid yang dilandasi ijtihad dan akal sehat. Dengan semangat ini, Islam terus menjadi pedoman hidup yang relevan, adaptif, dan rahmatan lil ‘alamin.
Penulis: Fauzan Addinul Jihad
Editor: Aryanti Artikasari