Keberlanjutan Pangan Permakultur Masyarakat Urban: Sebuah Pendekatan Eco-Sosio-Tech
Permakultur adalah pendekatan desain ekologis yang bertujuan mengintegrasikan manusia dan alam untuk menciptakan sistem yang berkelanjutan. Pendekatan ini tidak hanya terbatas pada pertanian, tetapi juga mencakup aspek-aspek lainnya, seperti kebutuhan pangan, energi, tempat tinggal, dan kebutuhan material/non-material lainnya. Dalam kerangka ini, permakultur bukan hanya soal bertani, tetapi juga berupaya merancang kehidupan yang lebih selaras dengan alam.
Kita tak bisa mengelak bahwa seiring berumurnya zaman persoalan yang kompleks akan selalu menuntut kita untuk selalu berinovasi. Menurut Ali Syariati, pada mulanya sejarah manusia memang dimulai dari dua kubu yang berhadapan antara penggembalaan dan pertanian sebagai proses dialektika yang panjang hingga sekarang. Kebergantungan manusia dan ekologis inilah yang membutuh mengandaikan sebuah wadah berupa alam yang terus terawat. Namun, proses dari dialektika tersebut menciptakan sebuah konsekuensi cukup kompleks atas meningkatnya kebutuhan manusia dalam masyarakat urban.
Masyarakat urban lambat laun akan terus bereproduksi, begitupula sistem produksi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Jika kebutuhan-kebutuhan ini terus mendesak produktivitas yang melibatkan alam maka kemungkinan eksploitasi dan perusakan akan sangat mungkin terjadi secara berkelanjutan. Menurut Amin Abdullah, isu pengembangan lingkungan hidup mulai gencar bukan sebelum era industrialisasi, tetapi justru pasca era industrialisasi tatkala dampak sudah terasa. Ini disinggung dalam konferensi stockholm PBB 1972 dan jika ditarik hingga saat ini isi tersebut berumur 53 tahun. Hal tersebut menunjukkan peralihan sebagian kultur masyarakat yang beralih kepada kultur urban yang semakin padat.
PERMAKULTUR KEBERLANJUTAN
Prinsip desain permakultur meliputi penggunaan sumber daya lokal, memaksimalkan keanekaragaman, bekerja sama dengan alam, dan memastikan keberlanjutan jangka panjang untuk regenerasi—yakni menciptakan sistem yang mampu beradaptasi dengan dampak perubahan, seperti perubahan kerusakan alam itu sendiri dan kelangkaan sumber daya alam. Mungkin bisa dikatakan beberapa gagasan alternatif untuk merawat alam memiliki kekurangannya terhadap dampak perubahan kerusakan alam itu sendiri dan kelangkaan sumber daya setelah diterapkannya. Sekurang-kurangnya dengan mempertimbangkan kekurangannya dapat diminimalisir salah satunya dengan konsep permakultur.
Metode permakultur berpijak pada dua hal, yaitu etika dan prinsip inti untuk mendesain demi fungsionalitas ekosistem yang menguntungkan manusia dan alam itu sendiri. Dilihat dari sisi etika yang fungsionalitas antara manusia dan alam itu sendiri: perawatan bumi, pembagian yang adil, dan perawatan manusia. Hal fungsionalitas ini dihubungkan antara etika kemanusiaan dan lingkungan alam. Lalu terkait dengan prinsip inti berupa desain untuk menarasikan bagaimana konsep yang akan dibangun melalui permakultur. Penggambaran konsep ini perlu disosialisasikan sebelum tahap terapan dalam rangka menghimpun masa untuk mengkampanyekan sebuah gerakan.
Kebutuhaan akan masa ini akan berdampak jika dibandingkan segelintir orang saja sebagai komputasi yng relevan sesuai keberlanjutan kebutuhan manusia dan pelestarian alam. Masyarakat urban yang cenderung individualis jika ditinjau dari kacamata sosial Emile Durkheim (struktural-fungsional). Dengan gaya organik yang individualis perlu membentuk sebuah solidaritas untuk memperkuat dampak dan meringankan biaya (terlebih masyarakat urban cenderung bercukupan).
KEBUN KOMUNITAS BERBASIS TEKNOLOGI
Permakultur di lingkungan komunitas dapat terintegrasi dengan prinsip Sustainable Human-Computer Interaction (HCI) untuk menciptakan solusi berkelanjutan yang memanfaatkan teknologi dalam pengelolaan sumber daya dan peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu, penggunaan teknologi di tempat ini dilakukan dengan hati-hati dan terukur, menyeimbangkan efisiensi teknis dengan nilai-nilai sosial.
Di kota-kota besar, kebun komunitas dapat dirancang di ruang-ruang vertikal seperti dinding bangunan atau atap gedung. Teknologi berbasis aplikasi memungkinkan anggota masyarakat untuk bersama-sama mengelola kebun tersebut. Misalnya, aplikasi dapat digunakan untuk menjadwalkan penyiraman, memberikan informasi tentang jenis tanaman yang cocok untuk ditanam di lingkungan perkotaan, atau bahkan mencatat hasil panen. Sistem ini tidak hanya membantu warga mengakses sayuran segar dan sehat, tetapi juga menciptakan ruang hijau yang memperbaiki kualitas udara di area sekitar. Adapun di dalamnya:
- Pengelolaan Air Hujan dalam Urban Permakultur
Di perkotaan, pengelolaan air hujan sering menjadi tantangan akibat betonisasi yang luas. Dengan menggunakan sensor IoT (Internet of Things) yang terhubung ke aplikasi, air hujan yang tertampung di atap atau area resapan dapat dimonitor dan dimanfaatkan secara efisien, misalnya untuk menyiram taman komunitas atau mencuci kendaraan. Misalnya, sebuah komunitas apartemen dapat memasang tangki penampungan air hujan yang dilengkapi dengan sensor. Sensor ini akan memberi tahu pengguna kapan air tersedia dan memberikan panduan untuk mengoptimalkan penggunaannya.
- Bank Benih untuk Masyarakat Urban
Di tengah meningkatnya ketergantungan pada benih komersial, masyarakat perkotaan dapat menggunakan teknologi blockchain untuk menciptakan bank benih virtual. Anggota komunitas yang memiliki kebun kecil di balkon atau taman kota dapat menyumbangkan dan menukar benih melalui platform digital. Teknologi ini memungkinkan transparansi, melacak asal-usul benih, dan memastikan keberlanjutan keanekaragaman hayati bahkan di tengah kepadatan kota.
- Energi Mandiri di Perkotaan
Misalnya, penghuni gedung apartemen dapat menggunakan aplikasi untuk memonitor penggunaan energi mereka dan berkontribusi pada efisiensi energi secara kolektif. Panel surya yang dipasang di lingkungan komunitas dapat terhubung ke aplikasi untuk memantau produksi energi secara real-time. Data ini kemudian digunakan untuk mendistribusikan listrik secara efisien ke rumah-rumah anggota komunitas. Misalnya, di komunitas rural, aplikasi berbasis HCI memungkinkan pembagian energi dari panel surya ke perangkat elektronik rumah tangga sesuai prioritas penggunaannya, seperti penerangan atau pompa air.
Kolaborasi antara kebun komunitas dan Sustainable HCI menciptakan sinergi yang tidak hanya memperkuat keberlanjutan lingkungan, tetapi juga meningkatkan inklusivitas, efisiensi, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem melalui teknologi yang cerdas dan ramah lingkungan.
PENINJAUAN KEMBALI
Desain permakultur yang berbasis ekologi dengan inovasi teknologi tak memungkiri adanya efek negatif teknologi, seperti konsumsi sumber daya yang tinggi dan pengurangan interaksi sosial karena ketergantungan pada dunia digital, meskipun teknologi juga memiliki banyak manfaat. Teknologi tidak hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan teknis, tetapi juga untuk mengakomodasi prinsip-prinsip sosial dan ekologis yang penting bagi komunitas.
Penggunaan teknologi berlebihan inilah pemicu dari gagalnya upaya permakultural. Seperti yang pernah disinggung oleh Amin Abdullah, justru semakin banyak alternatif yang muncul malah tidak bisa mengimbangi penanggulangan kerusakan berlebih. Ditambah gerakan ini berbasis komunitas yang memerlukan orang banyak. Michael Lowey sempat mengatakan bahwa krisis energi dan sumber daya alam bisa diselesaikan dengan pendekatan yang lebih adil dan berkelanjutan, seperti yang tercermin dalam filosofi permakultur. Untuk mengatasi krisis ini, kita tidak hanya memerlukan teknologi baru (seperti energi terbarukan), tetapi juga perubahan mendalam dalam struktur sosial dan ekonomi yang mendorong konsumsi berkelanjutan dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, penting bagi teknologi untuk disesuaikan dengan konteks lokal dan kebutuhan komunitas, termasuk kebutuhan sosial dan ekologis yang unik. Penggunaan teknologi secara selektif dan sadar juga menjadi prinsip penting dalam menciptakan harmoni antara teknologi dan alam. Teknologi perlu dirancang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sosial dan teknis, tetapi juga untuk mendukung tujuan jangka panjang yang lebih luas—yakni, menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dan terhubung dengan alam. Komunitas permakultur memberikan contoh konkret tentang bagaimana prinsip keberlanjutan dapat diterapkan dalam desain sistem informasi, dengan fokus pada efisiensi sumber daya, kolaborasi sosial, dan regenerasi ekologi. Deus Sive Natura!
Penulis : Fauzan Addinul Jihad
Editor : Nahrul Firdaus Achmadika