ARTIKEL

Deontologi Immanuel Kant dalam Merawat Moral Pelajar Bangsa

Beredar video lima orang diduga pelajar SMP di-bully oleh beberapa orang seniornya. Mereka disuruh untuk mencium kaki para senior secara bergantian, dalam video yang beredar, nampak mereka berjongkok dan menghampiri para senior.

Secara bergantian mencium kaki para senior yang masih mengenakan sepatu. Terlihat ada enam senior tengah duduk. Viral juga yang memperlihatkan siswa SMP yang sedang diikat di pohon lalu disiram dengan air comberan, dan kemudian ditertawakan.

Lantas kemana perginya moralitas bangsa, dan pendidikan apa yang diberikan oleh orang tua mereka atau sekolah mereka sehingga mereka bisa melakukan hal demikian.

Apakah perlu ditelaah lingkungannya atau keluarganya yang kurang dalam memberikan pendidikan di rumah, atau bahkan malah ia tidak mendapatkan pendidikan dan terbentuk di lingkungan yang kurang baik dalam pendidikan moralnya. Etika atau seperti apa yang harus harus diajarkan atau dikenalkan oleh para pelajar bangsa kita.

Etika deontologi

Etika deontologis adalah teori filsafat yang mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar jika tindakan tersebut sesuai dengan kewajiban yang relevan untuknya. Akar katanya dari bahasa Yunani “deon” berarti ‘kewajiban yang mengikat’.

Para penganut etika deontologis, seperti Immanuel Kant (1724-1804) sebagai pelopornya misalnya, berpendapat bahwa norma moral itu mengikat secara mutlak dan tidak tergantung dari apakah kepatuhan atau tidak membawa hasil yang menguntungkan.

Misalnya norma moral “jangan berbohong” atau “bertindaklah secara adil” tidak perlu dipertimbangkan terlebih dahulu apakah menguntungkan atau tidak, tidak senang atau tidak, melainkan selalu dan di mana saja harus ditaati, entah apa pun akibatnya. Hukum moral mengikat mutlak semua manusia sebagai makhluk rasional.

Menurut paham etika deontologis, pendekatan etika teleologis (entah dalam bentuk egoisme, eudaimisme atau utilitarisme) yang menghubungkan kewajiban moral dengan akibat baik atau buruk, justru merusak sifat moral. 

Tidak berbohong hanya jika itu menguntungkan si pelaku atau hanya bila itu membawa baik yang lebih besar dari akibat buruknya, akan merugikan moral. Menurut Kant, manusia baru sebenarnya moral sungguh-sungguh jika secara prinsip tidak bohong, entah itu membawa keuntungan atau kerugian. 

Maka kaidah etika deontologis bisa dirumuskan sebagai berikut: Sikap atau tindakan tidak tergantung dari apakah sikap atau tindakan itu disebabkan oleh baik atau buruk, melainkan apakah sesuai dengan norma-norma atau hukum moral atau tidak.

Tujuan Filsafat moral menurut Kant adalah untuk menetapkan dasar yang paling dalam guna menentukan keabsahan (validitas) peraturan-peraturan moral. Ia berusaha untuk menunjukkan bahwa dasar yang paling dalam ini terletak pada akal budi murni, dan bukan pada kegunaan, atau nilai-nilai lain. 

Moralitas menyediakan kerangka dasar prinsip dan peraturan yang bersifat rasional dan mengikat serta mengatur kehidupan setiap orang, lepas dari tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan pribadinya. 

Teori etika deontologis tidak mengenal kekecualian; ada norma ada kewajiban yang mengikat mutlak; jadi harus dilaksanakan entah apa pun akibatnya. Kant misalnya memberi contoh bahwa orang wajib untuk mengatakan yang benar, meskipun dalam kasus ada seorang pembunuh yang mencari seseorang yang saya tahu di mana dia berada.

Argumen dia yang mengatakan bahwa kalau kita berdusta dengan maksud untuk melindungi atau menyelamatkan nyawa orang itu lalu menunjuk suatu tempat lain, kebetulan orang yang dimaksud tanpa sepengetahuan kita sudah pindah ke tempat yang kita tunjuk itu, sehingga pembunuh tadi berhasil menemukan dan membunuh dia.

Kita salah dua kali: pertama melanggar kewajiban untuk berkata benar, dan yang kedua menyebabkan orang mati dibunuh. Sedangkan kalau kita bilang sebenarnya, andaikan orang itu meninggal, maka kematian itu karena kesalahan kita. Argumen ini tampaknya tidak begitu menginginkan.

Dengan mengembalikan semua norma kepada satu prinsip saja, yakni kategoris imperatif, Kant bisa menghindari diri dari adanya konflik norma, tetapi dia tidak berhasil untuk menunjukkan bagaimana dari satu norma dasar yang melulu bersifat formal itu dapat dikatakan sebagai materi norma norma yang wajib diikuti.

Kategori imperatif yang tidak boleh dilakukan (misalnya: jangan ingkar janji, jangan dusta, jangan bunuh diri, dan lain-lain), bukan apa yang secara positif perlu dilakukan. Mengenai kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan, tujuan-tujuan mana perlu dikejar, kategoris imperatif tidak memberi keterangan apa-apa. Dengan demikian moralitas dalam teori etika Kant mengandaikan adanya suatu praktek moral yang sudah berlaku.

Siswa yang di-bully

Berbicara masalah moral yang ada, akan kita kaitkan dalam merawat moral pelajar saat ini. Banyak kejadian di sekitar kita terlebih di ranah kalangan pelajar, mereka yang kemudia melakukan bullying kepada baik teman sebayanya maupun adik kelasnya.

Seperti kejadian yang memperlihatkan kejadian beberapa siswa yang mencium kaki para seniornya secara bergantian dan video yang beredar memperlihatkan setelah mereka mencium kaki para seniornya mereka pun ditendang, alangkah mirisnya perlakuan mereka.

Di sisi lain ada juga seorang siswa SMP yang diikat oleh teman sebayanya kemudian disiram olaeh air comberan, yang mereka anggap itu suatu hal yang biasa dan sifatnya hanya bercanda padahal sangat merugikan korban yang di-bully tersebut. Kita telaah bagaimana kemudian moral yang ditawarkan oleh filsuf barat bernama kant itu, apakah bisa dihubungkan ketika moral saat ini sedang dipertanyakan.

Peran orang tua terhadap anak

Orang tua bisa dibilang paling dekat dengan anak, mereka yang mendidik, merawat, membesarkan anak menjadi orang yang mereka inginkan. Lantas sudah sampai mana orang tua memberikan pengajaran sehingga anak menjadi apa yan mereka inginkan.

Terlebih kaitannya dengan moral, bagaimana kemudian orang tua mencoba teori deontologi kant yang bertujuan untuk menetapkan dasar yang paling dalam guna menentukan keabsahan (validitas) peraturan-peraturan moral.

Orang tua harus membuat aturan moral ketika mendidik anak, hal dasar yang ditawarkan adalah konsep jujur, bertanggung jawab, meminta maaf bila melakukan kesalahan. Itu yang kemudian dasar deontologi bisa diterapkan ketika anak terus dibiasakan dalam pengajaran ang demikian.

Sehingga ketika anak telah menempuh proses pendewasaannya mereka akan terus teringat dengan pendidikan yang diajarkan oleh kedua orang tuanya.

Satu sisi peran lingkungan dan sekolah juga perlu ditinjau oleh orang tua, bagaimana cara guru mengajar, bagaimana temannya di sekolah. Jika semua itu sudah diperhitungkan berarti penerapan moral kant bisa dilakukan dengan menetapkan asas-asas peraturan yang ada, sehingga siswa mengetahui bahwa aturan yang di buat itu untuk pendisiplinan moral bukan malah untuk dilanggar sehingga menjadikan kita tidak bermoral.

Bermoral dan beretika yang baik dalam bersosial masyarakat karena moralitas menyediakan kerangka dasar prinsip dan peraturan yang bersifat rasional dan mengikat serta mengtur kehidupan setiap orang, lepas dari tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan pribadinya. Norma moral mengikat setiap orang di mana pun dan kapan pun tanpa kecuali.

Penulis : Hanif Syairafi Wiratama

Editor : Redaksi

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *