ARTIKELWARTA

Freedom of Choice: Menilik Kebebasan Mahasiswa

Masa kanak-kanak dan masa remaja menjadi masa di mana norma dan nilai-nilai agama dipupuk, semua hal yang akan menjadi bekal di masa muda ditanamkan kuat pada masa tersebut, pengajaran agama, adab, sopan santun, baik dan benar, moral semua dilimpahkan kepada kita, yang harapannya bisa menjadi bekal dan kompas dalam kecamuk masa muda.

Dalam mazhab Psikologi Psikoanalisa, Sigmund Freud menjelaskan bahwa, perilaku kita sekarang ini adalah hasil dari pengajaran kita di  masa 0 sampai 5 tahun umur manusia, sehingga pada masa itu orang tua sibuk dengan pengajaran anaknya, guru sibuk dengan persiapan ilmu luhur yang akan diberikan kepada muridnya. Pengajaran yang baik diberikan kepada anak-anak untuk mencapai manusia yang berbudi luhur yang bisa mengendalikan diri dan memberikan manfaat di masa yang akan mendatang.

Masa muda disebut masa di antara dua kelemahan yakni kelemahan masa kanak-kanak dan kelemahan masa tua. Di masa muda ketika seseorang memasuki bangku perkuliahan, pengawasan orang tua sudah tidak mengintai lagi, norma-norma agama yang telah tertanam sangat mudah dipengaruhi lingkungan, ditambah dengan pergaulan bebas yang telah dianggap normal di dunia kampus.

Di masa inilah ketika seorang mahasiswa memasuki era Freedom of Choice, kebebasan memilih. Apakah mereka akan memilih mengikuti pengajaran yang ditanamkan di masa kecil dahulu atau mengambil kebebasan dan menghiraukan norma-norma yang ada.

Hal  ini menjadi masa dilema bagi seorang mahasiswa, karena masa tersebut peningkatan dopamin pada otak pemuda memicu seseorang untuk mencoba melakukan hal-hal yang melewati batas-batas norma seperti pergaulan bebas bahkan memakai obat-obatan terlarang. Di lain sisi, mahasiswa mengalami pelemahan terhadap pengawasan dan norma-norma agama, yang mana itu menjadi kunci penghalang dari  perbuatan buruk tersebut.

Menurut data dari BestColleges, perampokan dan pemerkosaan menjadi penyumbang terbesar dari kejahatan kampus, bahkan lebih dari 31.000 pelanggaran kejahatan terhadap perempuan yang dilaporkan di kampus pada tahun 2021. Hal ini menggambarkan bahwa tidak bijaknya mahasiswa dalam menangani kebebasan.

Buya Hamka dalam bukunya Falsafah Hidup menjelaskan bagaimana cara mengatasi kebebasan ini, beliau menjelaskan bahwa kebebasan adalah hak yang harus didapatkan oleh setiap manusia. Tetapi kebebasan harus dipagari dengan kemerdekaan peraturan dan kemerdekaan peraturan harus dibalut dengan budi luhur yang baik dan budi luhur yang baik adalah salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad.

Dari penjelasan di atas kita dapat merelevansikan dengan kebebasan yang didapatkan mahasiswa, yang mana kebebasan adalah hak setiap mahasiswa, tetapi kebebasan tidak semuanya baik. Maka untuk mengantisipasi hal itu kita harus melihat kemerdekaan peraturan (peraturan yang menjadikan seseorang merdeka) sebagai tapal batas, melihat mana yang baik dan mana yang buruk bagi seorang mahasiswa, dalam konteks ini kita bisa merujuk kepada ajaran Islam sebagai pedoman. Peraturan tidaklah cukup maka kemerdekaan peraturan harus diiringi dengan budi luhur yang baik.

Budi luhur adalah tingkatan paling tinggi dalam konsep kebebasan, seorang yang mencerminkan perbuatan dan tutur kata yang sejalan dengan kemerdekaan peraturan akan senantiasa membawa kebaikan, meskipun lingkungan tidak berpihak kepada mereka. Jika lingkungan tidak berpihak kepada orang yang berbudi luhur, setidaknya mereka telah mencegah orang lain dari dampak negatif perangai buruknya.

Mahasiswa adalah benih yang akan dituai untuk diberikan kepada masyarakat, nilai-nilai yang terkandung dalam diri mahasiswa ditujukan kepada alamat kebermanfaatan. Maka seorang mahasiswa hendaknya bijak dalam mengelola kebebasan yang ia miliki, dengan mengambil pelajaran yang telah ditanam di masa lampau dan hidup bersama orang-orang baik agar menjadi pagar hidup untuk membatasi diri.

Ketika mahasiswa terjebak dalam kebebasan maka kerusakan akan menimpa dirinya  dan masyarakat sekitar, hematnya mahasiswa adalah gambaran masyarakat ke depannya. Bilamana mahasiswa bisa mengelola kebebasan dirinya maka masyarakat akan bisa ia benahi, tetapi ketika seorang mahasiswa belum bisa mengelola dirinya. Lalu, bagaimana ia bisa membenahi masyarakat sedangkan ia belum selesai dengan dirinya sendiri?

Penulis: Nashiruddin Amin

Editor: Aryanti Artikasari

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *