Mengembalikan Nyawa Pers Mahasiswa
Brain rot adalah kata pengantar untuk tulisan kali ini, sudah cukup masif kata brain rot di kalangan mahasiswa saat ini, dikulas dan dikaji tapi tak sedikit banyak yang bahkan belum pernah mendengar kata ini. Brain rot adalah sebuah kata yang dinobatkan menjadi “words of the year 2024” oleh Oxford University Press yang berarti sebuah perilaku konsumtif terhadap dunia konten yang tidak sehat dengan durasi yang tidak sehat.
Contoh pengaplikasian dari kata ini adalah jika kamu melakukan scroll di media social seperti tiktok, Instagram, dan facebook tanpa berhenti. Tentu saja ini adalah bukan hal yang bagus untuk kemajuan negara kita, apalagi kita sebagai mahasiswa yang memang ada untuk menjadi fondasi utama dalam kemajuan bangsa melalui dunia riset dan logika.
Peran pers menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan perannya yang menjadi penjaga dan pembatas nalar rasional bangsa. Tentu saja apalagi sebuah lembaga pers yang bergerak di khalayak mahasiswa, maka perlu ditebali dan ditirakati lagi apakah memang lembaga pers sekarang sudah sesuai dengan tugas besarnya atau hanya sebatas berjalan karena program kerja.
Melihat kondisi pers mahasiswa sekarang yang kurang dinikminati karena mahasiswa sekarang sudah terlena untuk menikmati konten-konten instan yang membuat sistem saraf kita menjadi nyaman dan betah untuk berlama-lama di sana.
Hal ini menjadi masalah yang penting, peran algoritma yang diciptakan oleh sistem komputer secara luar biasa memberikan konten-konten yang sesuai dengan keinginan kita hingga mengakibatkan kata brain rot sangat layak untuk disandang di Indonesia. Data ai dalam risetnya berjudul “State of Mobile 2023” menyatakan bahwa rata rata screen time orang Indonesia mencapai 5,7 jam per orang per hari. Angka ini naik dari tahun yang sebelumnya mencapai 5,4 jam per hari.
Lantas bagaimana cara kita menyelesaikan masalah ini?
Ini adalah pertanyaan yang jawabannya harus bersama-sama untuk bahu membahu membantu mengentaskan permasalahan ini. Karena Indonesia yang bertahap demi bertahap maju tidak bisa hanya mengandalkan dan menunggu orang-orang dari pemerintahan yang hanya menyelesaikan tetapi dengan kesadaran bersama bahwa masalah ini perlu diselesaikan secara bersama-sama.
Dimulai dari kita sendiri untuk sadar bahwa hal ini perlu ditanggulangi dan tugas kita adalah berperan sesuai dengan apa yang kita bisa. Dari sektor diri kita sendiri, keluarga kita, lalu orang-orang di sekitar kita, dan organisasi-organisasi yang kita ikuti. Lalu peran lembaga pers mahasiswa sangat berperan penting untuk menjadi lembaga terdepan untuk turut menyelesaikan masalah ini. Peran lembaga pers untuk memberikan fakta-fakta dan informasi penting untuk kemajuan bangsa Indonesia membuktikan perannya sebagai pembatas mana yang benar dan mana yang salah.
Lalu bagaimana cara kita menggaet mahasiswa agar bisa tertarik dengan pers mahasiswa kembali?
Pertama tentu harus menarik lagi apa yang menjadi minat para mahasiswa sekarang ini, konten-konten yang menarik minat untuk menghentikan layar gawainya seperti fakta-fakta unik kampus, dan konten edukasi yang kreatif. Tulisan tulisan seperti ini kurang diminati, para mahasiswa lebih suka tulisan-tulisan kritis yang dibalut dengan font dan grafis yang menarik, disajikan dengan mudah dan tentunya harus mudah dipahami.
Tentunya ini bukan hal yang mudah untuk menyesuaikan kondisi pasar pers mahasiswa saat ini, bahwasannya yang menjadi target dari semua berita kita adalah mahasiswa itu sendiri. Harus ada banyak yang perlu diperbaiki bahkan jika perlu direformasi dari cara penyampaian informasi sampai sistemnya sendiri. Perlu disadari untuk bertahan dan tidak mati di pasar sektor apapun di era sekarang ini perlu inovasi dan kemampuan membaca pasar yang mumpuni.
Hal ini harus dimulai dari sadar bahwa ini bukan hanya masalah negara dan pemerintah, perlu disadari bahwa ini adalah masalah yang harus diselesaikan bersama-sama dengan konsep yang selalu kita unggulkan atas bangsa-bangsa lainnya yaitu gotong dan royong. Setelah sadar maka kata “peduli” adalah hal yang selanjutnya yang harus timbul di diri kita. Untuk peduli ikut menyelesaikan masalah ini, peduli terhadap kebaikan diri kita dan orang-orang disekitar kita. Setelah dua kata itu muncul, lalu timbul lah harapan. Harapan untuk kita, untuk orang-orang di sekitar kita, dan tentunya untuk bangsa Indonesia.
Penulis: Dimas Amril Firmansyah
Editor: Khairani