Aktualisasi Generasi Muda Dalam Mengatasi Kesehatan Mental : Tafsir Surah Ar-Ra’du : 28
Lebih dari 1,6 miliar orang di seluruh dunia menganut agama Islam. Ini memberikan nilai-nilai, etika, dan standar perilaku kepada orang Islam yang dapat sangat membantu mereka mengembangkan strategi adaptif dan mekanisme penanggulangan yang sehat untuk menghadapi peristiwa dalam kehidupan yang penuh tekanan dan sulit. Islam mengutamakan keharmonisan dan percaya pada jalan tengah, atau keseimbangan. Oleh karena itu, ia mengajarkan keharmonisan dan mendorong orang untuk mencari solusi untuk masalah duniawi daripada bergantung pada janji akhirat.
Memanfaatkan kehidupan dapat merujuk pada menjaga kesejahteraan dan kesehatan mental yang baik karena tanpa adanya kehidupan seseorang tidak dapat menyadari dan memenuhi potensinya. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental juga bisa dianggap sebagai tindakan Ibadah, apalagi kita sebagai generasi muda harus pandai dalam menyikapi hal-hal yang terjadi dikehidupan kita, tentang bagaimana mengatasi suatu permasalahan sehingga tidak merusak kesehatan mental kita.
Kesehatan mental mengacu pada kesejahteraan keseluruhan suatu organisme, yang mencakup kesejahteraan kognitif, perilaku, dan emosional. Kesehatan mental adalah kinerja optimal fungsi mental dalam kehidupan sehari-hari sehingga menghasilkan aktivitas sehari-hari yang produktif, mencapai hubungan yang memuaskan, dan beradaptasi terhadap perubahan dan mengatasi kesulitan dalam hidup. Kondisi seperti stres yang melampaui batas normal, depresi, dan kecemasan dapat memiliki dampak yang signifikan dan dapat mengganggu kestabilan kesehatan mental seseorang.
Sebagai generasi penerus bangsa yang akan menjadi akar dan tombak perjuangan di masa mendatang harus dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan generasi sebelumnya dengan memiliki 3 modal dasar yang membuat ia mampu disebut sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen pengawas sosial) yaitu kekuatan moralnya dalam berjuang karena pada intinya apa yang dibuat adalah semata–mata berlandaskan pada gerakan moral yang menjadi idealismenya dalam berjuang.Saat ini juga peran mahasiswa dalam era globalisasi saat ini sangat berpengaruh terhadap bangsa, baik dalam hal ilmu pengetahuan maupun etika. Mahasiswa akan mengubah status bangsa karena mereka adalah orang-orang akademis yang menjalankan aktivitas pendidikan tingkat tinggi. Jika moral mahasiswa buruk, nama negara juga akan tercemar. Namun, jika cara berpikir mahasiswa berubah ke arah yang positif, maka akan lebih mudah bagi negara untuk menemukan hal-hal baru.
Dalam Islam, psikologi digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dalam beberapa konteks, seperti spiritualisme. Islam mengakui pentingnya kesejahteraan emosional dan mental yang baik. Al-Qur’an bertujuan untuk membantu orang yang mengalami tekanan emosional. Islam memainkan peran penting dalam kehidupan orang Islam karena membantu mereka mengatasi pengalaman hidup negatif dan berfungsi sebagai pelindung untuk mencegah dan mengobati depresi. Seperti halnya penyakit lainnya, orang Islam disarankan untuk mencari bantuan profesional karena mereka tidak kebal terhadap kondisi kesehatan mental. Dalam agama Islam, orang diminta untuk terus mencari pengharapan meskipun mereka telah melakukan dosa terburuk atau menghadapi masalah yang paling sulit. Rahmat Tuhan selalu dekat dengan orang-orang, jadi mereka harus terus berpengharapan meskipun mereka telah melakukan dosa terburuk atau menghadapi peristiwa yang paling sulit dalam hidup mereka. Dari sinilah perlu ditanamkan dalam pribadi diri seorang muslim untuk selalu ingat akan Allah SWT, bahwasanya segala kesusahan,kesedihan, dan masalah-masalah itu selalu ada solusi untuk menyelesaikannya, dan yang pastinya Allah SWT lah pemilik sebaik-baik solusi segala kesusahan. Maka dari itu urgensi dari zikir bagi setiap muslim khususnya menjadi suatu yang harus ada, karena dengan zikir bisa mengingatkan kita kepada Allah SWT dan menjadikan kita selalu memiliki prasangka yang baik terhadap sang pencipta.
Zikir adalah upaya untuk mengingat Allah melalui lisan. Ini memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah dapat menenangkan hati. Namun, sesungguhnya esensi zikir adalah kesadaran penuh akan pengawasan Allah atas semua aspek kehidupan manusia. Hidup yang tenang, semangat, dan menenangkan akan dihasilkan dari kesadaran ini. karena seseorang akan merasa berada bersama Allah dalam situasi ini. Allah swt berfirman dalam surah ar-Ra’d [13] ayat 28 berkenaan zikir dapat menenangkan hati:
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ ٢٨
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d [13] ayat 28).
Quraish Shihab mengatakan bahwa orang yang beriman akan memiliki hati yang tenang dan tenang. karena zikir dapat menenangkan pelaku. Di sini, zikir berarti mengingat Allah dengan hati dan lisan. Dengan zikir, seseorang akan bebas dari kekhawatiran, kebimbangan, dan ragu. Oleh karena itu, seorang muslim harus melakukan zikir setiap hari. Para ulama berbeda pendapat tentang arti zikir yang tercantum dalam ayat 28 surah ar-Ra’d [13] di atas. Ada yang memahaminya dalam arti al-dzikr, salah satu nama Al-Qur’an, dan ada juga yang memahaminya dalam arti zikir secara keseluruhan, baik berupa ayat-ayat Al-Qur’an maupun yang lainnya. Ini juga menunjukkan bahwa zikir dapat menenangkan dan menenangkan jiwa. Contoh pendapat yang mungkin bisa dijadikan dasar yaitu menurut Thabathaba’I mengenai makna zikir pada ayat 28 surah ar-Ra’d [13], mengatakan bahwa zikir yang didasarkan pada keimanan, bukan hanya pengetahuan, dapat membuat hati tenang. Keimanan yang benar adalah kesadaran dan keyakinan yang mendalam, bukan hanya pengetahuan tentang objek iman semata. Ilmu tidak cukup karena tidak mampu menciptakan ketenangan, bahkan kecemasan.
Dalam Al-Qur’an, nafs, atau diri, berfungsi dalam salah satu dari tiga bentuk: nafs al-ammara (diri yang memerintah sendiri); nafs al-lawwama (diri yang menuduh); dan nafs al-mutmainna (diri yang damai). Al-Qur’an menjelaskan bagaimana keadaan-keadaan ini mengontrol dan mendominasi jiwa kita dan memberitahu kita apa yang harus kita lakukan. Nafs al-ammara menunjukkan bahwa kita tunduk dan mengikuti perintahnya. Nafs al-ammara, atau diri yang memerintah, didefinisikan oleh psikologis Al-Qur’an sebagai emosi dan pengondisian yang merusak dan berbahaya.Al-Qur’an menawarkan petunjuk untuk mengatasi gejolak batin kita, atau nafs al-ammara, dan mewujudkan diri yang damai, atau nafs al-mutmainna. Oleh karena itu, sifat dan pandangan Islam yang welas asih seharusnya membantu kita mengingat Tuhan saat kita menghadapi kesulitan dan berharap dari Rahmat dan Kasih Sayang-Nya untuk meringankan kesedihan yang kita alami.
Meskipun bunuh diri dianggap sebagai dosa besar dalam Islam, hal itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hitam-putih karena kita tahu bahwa seseorang dengan kondisi kesehatan mental dapat memiliki penilaian yang buruk dan mungkin tidak sepenuhnya mampu mengambil keputusan yang tepat, sehingga dia mungkin tidak bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan. Satu-satunya orang yang dapat menilai tindakan manusia adalah Tuhan. Pandangan seperti itu dapat membantu kita mengurangi perasaan bersalah yang biasanya menyerang orang dengan kondisi kesehatan mental. Wallahu a’lam
Penulis : Daffa Agus Pratama Putra (Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UMS)