Hukum Merayakan Ulang Tahun dalam Islam
Merayakan ulang tahun telah menjadi tradisi yang umum di berbagai belahan dunia, termasuk di kalangan umat Muslim. Namun, pandangan mengenai perayaan ini dalam Islam cukup bervariasi. Beberapa ulama menganggapnya sebagai hal yang boleh, sementara yang lain melihatnya sebagai sesuatu yang perlu dihindari. Berbagai perspektif mengenai hukum merayakan ulang tahun dalam Islam, serta bagaimana masyarakat Muslim menanggapinya.
Pandangan Ulama tentang Perayaan Ulang Tahun
- 1.Pandangan yang Mengharamkan:
Beberapa ulama berpendapat bahwa merayakan ulang tahun tidak sesuai dengan ajaran Islam. Mereka berargumen bahwa perayaan ulang tahun tidak ada dalam tradisi Islam dan bisa dianggap sebagai tasyabbuh (meniru) budaya non-Muslim. Mereka juga mengacu pada hadits yang menyebutkan:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud).
- 2.Pandangan yang Membolehkan:
Sebagian ulama lainnya tidak melihat perayaan ulang tahun sebagai sesuatu yang haram, asalkan tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti berfoya-foya, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, atau melakukan perbuatan yang dilarang. Mereka menekankan pentingnya niat dan cara merayakannya. Jika tujuan perayaan adalah untuk bersyukur kepada Allah dan mempererat silaturahmi, maka hal itu dianggap boleh.
Dalam Al-Qur’an dan hadits, tidak ada dalil khusus yang mengatur tentang perayaan ulang tahun. Hal ini membuat ulama berbeda pendapat dalam menafsirkannya. Karena tidak ada larangan eksplisit, sebagian ulama membolehkan perayaan ulang tahun selama tidak melanggar prinsip-prinsip Islam. Namun demikian kondisinya, perayaan semacam ini termasuk dalam kategori bid’ah, bagi yang mengharamkan perayaan ulang tahun dianggap sebagai bid’ah (inovasi dalam agama) karena tidak ada contoh dari Nabi Muhammad
صلى لله عليه وسلم dan para sahabat, dalam mengajarkan dan mencontohkan untuk mengkhusukan ibadah apa pun dalam rangka memuliakan, memperingati dan mengagungkan hari lahir. Menjadikan perayaan ulang tahun hanya sebagai bentuk senang-senang semata, dan tidak menyandarkannya sebagai bagian dari agama atau tidak menjadikannya sebagai ibadah. Sebagian orang menyangka bahwa ulang tahun dalam islam jika tidak dimaksudkan untuk ibadah, maka diperbolehkan. Ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Karena meskipun perayaan ulang tahun tidak dimaksudkan untuk ibadah, perayaan tersebut tetap terlarang. Hal ini berdasarkan riwayat dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan ;
لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Dahulu orang-orang Jahiliyyah memiliki dua hari di setiap tahun, dimana mereka biasa bersenang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Madinah, beliau bersabda, “Dahulu kalian memiliki dua hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang, Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik, yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha.”
(HR. Abu Dawud no. 1134 dan An-Nasa’i no. 1556)
Berdasarkan hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penduduk Madinah untuk menjadikan dua hari khusus setiap tahunnya untuk sekedar bergembira dan bersenang-senang. Dan kebiasaan penduduk Jahiliyyah tersebut sama persis dengan kebiasaan orang-orang sekarang yang mengkhususkan hari lahir di setiap tahunnya untuk bersenang-senang dengan membuat kue ulang tahun, pesta, makan-makan di restoran, dan bentuk bersenang-senang yang lainnya.
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara baru dalam urusan (agama) kami, yang tidak ada asal usulnya, maka perkara tersebut tertolak.”
(HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no.1718)
Hukum merayakan ulang tahun dalam Islam memang tidak memiliki kesepakatan tunggal di antara ulama. Perbedaan pandangan ini mencerminkan keragaman interpretasi terhadap ajaran Islam. Merayakan ulang tahun akan menjerumuskan seseorang ke dalam tasyabbuh terhadap orang kafir, yaitu perbuatan menyerupai mereka dalam perbuatan dan karakter yang menjadi ciri khas orang kafir.wawllahu ‘Alam
Semoga artikel ini dapat memberikan pencerahan bagi pembaca mengenai pandangan Islam terhadap perayaan ulang tahun. Dengan demikian, kita dapat membuat keputusan yang bijak dan tetap menjaga keimanan serta ketakwaan dalam setiap aspek kehidupan.
Penulis: Tsamaroh Nafiah (Mahasiswa Prodi IQT UMS)