PENGHAYATAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL DI TENGAH PANDEMI
2 Mei merupakan tanggal yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Namun, tahukah kamu mengapa Hari Pendidikan Nasional jatuh pada tanggal 2 Mei? Mari kita ulas sedikit mengenai sejarah Hari Pendidan Nasional ini.
Kemajuan pendidikan Indonesia tidak terlepas dari sosok Ki Hajar Dewantara. Dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional, beliau lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau berasal dari lingkungan keluarga kadipaten Pakualaman di Yogyakarta. Saat usia 40 tahun, beliau berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Hal ini dengan maksud dan tujuan agar beliau bisa lebih dekat dengan rakyat. Ki Hajar Dewantara muda dikenal sebagai seorang penulis, wartawan muda, dan aktif di organisasi pemuda pada masa kolonial Belanda. Tulisan-tulisannya dikenal keras dan sarat akan kritikan-kritikan pedas terhadap pemerintah kolonial Belanda. Karena hal ini lah akhirnya Ki Hajar Dewantara dan kedua rekannya yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkoesoemo diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Selama pengasingan, Ki Hajar Dewantara otomatis langsung bersentuhan dengan budaya Barat. Kesempatan ini dijadikan sebagai ladang baginya untuk mengambil kebudayaan-kebudayaan barat yang positif untuk disatukan dengan Budaya Indonesia sehingga hal ini akan memperkaya kebudayaan Indonesia itu sendiri. Dalam rangka merintis cita-cita untuk memajukan pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara mempelajari Ilmu Pendidikan. Sehingga, ijazah pendidan Europeesche Akte berhasil diraihnya. Soal pendidikan, ia menyerap ide-ide dari beberapa tokoh pendidikan Barat dan Timur seperti Maria Montessori, Froebel, John Dewey, dan Rabindranath Tagore. Ide-ide dari para tokoh pendidikan ini kemudian dikumpulkan dan diolah oleh Ki Hajar Dewantara untuk dijadikan dasar dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Akhirnya pada tahun 1919, Ki Hajar Dewantara dipulangkan ke tanah air. Sepulangnya dari Belanda, beliau mendirikan Lembaga Pendidikan Taman Siswa. Lembaga Pendidikan ini ditujukan untuk para pribumi agar mereka pun bisa mendapat pendidikan yang layak. Hal ini karena, pada saat itu akses pendidikan formal sangat sulit didapat dan hanya para bangsawan dan orang-orang Belanda lah yang bisa mendapat pendidikan.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia di Kabinet Pertama di bawah Pemerintahan Ir. Soekarno. Ki Hajar Dewantara juga mendapatkan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa, Dr. H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957. Di kancah Nasional dan Internasional, ada sebuah slogan berbahasa Jawa yang amat terkenal dari Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangunkarso, Tut Wuri Handayani (di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan)”. Slogan ini lah yang terus dipaka oleh kementerian pendidikan Indonesia sampai saat ini. Slogan ini mencakup 3 elemen yang mendukung kemajuan pendidikan Nasional. Yang pertama yaitu “Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan)”. Ditujukan untuk siapakah slogan ini? Slogan ini ditujuakan untuk para guru dan public figur. Mengapa? Karena, para guru ataupun para publik figur itu adalah contoh bagi para siswa. Para siswa memiliki cita-cita ingin menjadi guru, dokter, perawat, politikus, dan lain-lain. Darimana mereka bisa bercita-cita seperti itu jika mereka tidak melihat dari orang-orang di sekitar mereka sebagai contoh? Misalkan saja profesi sebagai politikus. Para siswa yang bercita-cita ingin menjadi politikus, karena mereka melihat para politikus idola mereka beretorika ditelevisi. Para siswa kagum dengan gagasan para politikus ini yang berorasi memperjuangkan kepentingan rakyat diatas kepentingan mereka pribadi, kagum atas kefasihan mereka berargumen dan berdebat. Lama kelamaan, para siswa akan meniru gaya bahasa mereka. Mereka akan cenderung meniru apa yang diidolakan oleh mereka. Maka, inilah pentingnya peran guru dan para publik figur dalam memberikan contoh yang baik bagi para siswa. Jangan malah memberikan contoh yang tidak baik misalnya, para anggota dewan yang banyak melakukan korupsi sehingga banyak menyengsarakan rakyatnya. Hal ini tentu akan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi para siswa. Guru dan publik figur ini harus saling menyeimbangkan. Ketika publik figur memberikan contoh yang tidak baik, maka peran guru disini penting untuk meluruskan dan memberi pengertian kepada para siswa bahwa apa yang dilakukan publik figur itu adalah contoh yang tidak baik. Namun, alangkah lebih baiknya jika guru dan publik figur ini sama-sama memberikan contoh yang baik. Karena, mereka tentu tidak akan terlepas dari perhatian para siswa. Yang mana para siswa inilah yang akan menjadi tonggak penerus pemimpin bangsa.
Lalu yang kedua yaitu “Ing Madya Mangunkarsa (di tengah memberi semangat). Semangat dalam belajar, awalnya lahir dari diri siswa itu sendiri. Guru dapat merangsang semangat belajar dalam diri siswa. Namun, mau atau tidaknya mengeksekusi rangsangan itu adalah diri siswa itu sendiri. Seorang siswa haruslah selalu merangsang dirinya untuk selalu bersemangat dalam menempuh pendidikan. Percuma jika seorang guru memberikan banyak pengajaran kepada para siswanya namun ternyata tidak ada minat dan semangat dari siswa untuk belajar mengenai pengajaran yang telah diberikan oleh guru tersebut. Akhirnya apa? Akhirnya, ilmu yang disampaikan oleh para guru hanyalah angin lalu yang tidak membekas sedikitpun dalam ingatan para siswa. Untuk itu, para siswa haruslah mampu mengimbangi antara mendukung pengajaran yang diberikan guru misalnya dengan cara memperhatikan apa yang telah dijelaskan oleh guru dan juga selalu menumbuhkan semangat dalam belajar sehingga apa yang disampaikan oleh guru menumbuhkan semangat para siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi lebih lanjut sehingga apa yang diajarkan dapat dikembangkan sendiri oleh para siswa. Hal ini tentu juga dapat merangsang nalar kritis para siswa.
Yang ketiga yaitu “Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan)”. Orang tua memegang peranan penting dalam hal ini. Para siswa memerlukan dorongan agar minat dan semangat mereka dapat terua terjaga. Setiap orang pasti memiliki titik kejenuhan. Maka dari itu, ketika para siswa mulai merasa jenuh dalam belajar disinilah fungsi dan peranan orang tua dalam memberikan dorongan yang positif agar semangat itu kembali lagi.
Di tengah pandemi covid-19 yang masih mewabah di Indonesia saat ini, lembaga-lembaga pendidikan untuk sementara waktu ini ditutup. Sehingga, mengakibatkan para siswa harus belajar dari rumah untuk sementara waktu ini. Peranan dari para guru , siswa, dan orang tua ini semakin kuat saat situasi seperti ini. Tentu saat para siswa dianjurkan untuk belajar dari rumah, para siswa ini akan mengalami kemalasan jika tidak ada dorongan dari guru dan orang tua. Kebanyakan siswa melakukan kegitan belajar melalui daring yang mana akses internet akan semakin terbuka luas. Pengarahan dari guru dan orang tua menjadi sangat penting untuk mengedukasi para siswa agar membuka situs-situs yang mengedukasi saja. Jika tidak ada pengawasan dan pengarahan tentu akan mengakibatkan para siswa bebas mengakses apapun termasuk situs-situs yang membahayakan mereka. Para guru tidak boleh lepas tangan. Guru harus tetap memberikan pengajaran kepada para siswa dengan cara memanfaatkan kecanggihan teknologi. Seperti melalui daring ataupun media lainnya yang mendukung pembelajaran jarak jauh. Selain itu, lebih baiknya jika di tengah pengajaran yang guru berikan, sisipkan informasi mengenai perkembangan covid-19 ini agar para siswa tetap berhati-hati dan taat pada aturan yang telah diberlakukan pemerintah saat ini. Selain guru, orang tua juga memiliki peranan yang sangat penting. Waktu mereka bersama anak-anak akan semakin intens. Peran guru di sekolah juga beralih kepada orang tua. Orang tua harus selalu mendampingi anak-anaknya ketika belajar terlebih lagi ketika anak menggunakan sistem pembelajaran daring. Pengawasan dan bimbingan yang ketat amat sangat diperlukan.
Oleh karena itu, di situasi seperti ini seluruh elemen masyarakat harus saling mendukung dan menjaga satu sama lain. Apalagi di tengah pandemi ini kita memperingati “Hari Pendidikan Nasional”. Yang mana hal ini seharusnya menjadi refleksi bagi kita untuk menambah semangat kita dalam belajar dan memajukan pendidikan Nasional kedepannya. Kita semua memiliki peranan penting dalam memajukan pendidikan Nasional. Meskipun saat ini tidak ada upacara peringatab seperti biasanya, namun jangan sampai meluruhkan penghayatan kita terhadap cita-cita yang telah dirintis oleh Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan nasional.
penulis :
Fransiska Putri Handayani