WARTA

Hukum Rias Pengantin Wanita

Islamikaonline.com — Himpunan Mahasiswa Prodi Ilmu Quran dan Tafsir (HMP IQT) mengadakan diskusi dengan judul “Hukum Rias Pengantin Wanita” yang dipersembahkan oleh Majelis Akhwat Progresif. Diskusi tersebut dilaksanakan pada hari Kamis, 5 Agustus 2021 pukul 19.30 hingga 21.00 WIB. Pembawa acara dari diskusi ini adalah Nila Qonita yang dimoderatori oleh Rufaidah Al-Islamiyah dan pemateri oleh Wafda Bintani yang merupakan Sekretaris Umum HMP IQT.

Diskusi ini dilaksanakan secara online melalui aplikasi Google Meeting dan dihadiri oleh 35 peserta perempuan yang mengikuti hingga akhir. Tidak hanya mahasiswi IQT, peserta yang mengikuti diskusi ini juga ada yang berasal dari luar prodi IQT bahkan luar kampus UMS. Pada diskusi ini membahas tentang bagaimana hukum rias pengantin wanita yang bertujuan untuk mengetahui hukum dan batasan-batasan dalam rias pengantin wanita.

Di Indonesia sendiri seperti kita semua ketahui bahwa rias pengantin sudah menjadi kebiasaan masyarakat ketika hendak melaksanakan pernikahan. Pada zaman dahulu ketika Rasulullah Saw menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, ia dirias oleh Asma’ tetapi Aisyah berada di dalam kamar saja (tidak dilihat tamu undangan) karena ia berhias hanya untuk suaminya saja, yaitu Rasulullah Saw. Dalam diskusi ini juga membahas apakah boleh atau tidaknya seorang wanita berhias saat menikah, hal itu disampaikan oleh pemateri bahwa ulama memperbolehkan, asalkan tidak berlebih-lebihan dan tabbaruj, yaitu menampakkan perhiasan wanita yang terlihat orang-orang sehingga mengundang syahwat laki-laki. Kemudian, perlu memperhatikan siapakah yang meriasnya, seorang perempuan atau laki-laki. Tentunya harus sesama perempuan karena jika seorang laki-laki, maka tentu tidak boleh karena dikhawatirkan timbulnya syahwat dari laki-laki tersebut.

Hal lain yang penting juga adalah tidak mengubah ciptaan Allah, salah satu contohnya seperti alis yang tidak boleh dicukur karena Allah akan melaknat orang yang dicukur maupun yang mencukurkan alisnya. Saat acara pernikahan, biasanya wanita menggunakan henna untuk hias tangan. Hal itu juga perlu diperhatikan apakah henna tersebut mengandung bahan yang halal atau tidak dan bisa mengenai air wudhu atau tidak.

Jadi, Ulama memperbolehkan rias pengantin wanita asalkan memperhatikan batasan-batasan seperti yang dijelaskan tadi, ria-san tersebut hanya dilihatkan kepada kerabat saja dan tentunya masih banyak lagi batasan-batasan wanita dalam berhias pengantin.

  • Reporter: Nadiyah, Nurul F
  • Editor: Tim Redaksi

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *