SASTRA

Kilauan Cahaya

Dalam perjalanan mencari hakikat yang lebih dalam, izinkan penulis, sebagai perindu dermaga ketenangan, menyusun kata-kata laksana perahu yang mengarungi lautan makna, dimana setiap kalimat menjadi angin yang mengibarkan layar harapan di tengah samudra perjalanan spiritual. Hati kita adalah langit yang terbentang luas, menyimpan rahasia kehidupan yang mengalir dalam damai. Sebagai seorang musafir rohaniah, hati seringkali menjadi tempat tersembunyi bagi kisah-kisah tak terucapkan, ladang tempat benih-benih spiritualitas ditanam. Dengan kelembutan hati yang melampaui batas kata-kata, memandu kita dalam penelusuran ke dalam diri sendiri. Mengejar puncak penyucian hati, tempat di mana kesadaran akan-Nya menyala laksana cahaya benderang.

Hati seringkali diartikan secara metaforis sebagai pusat kesadaran dan pemahaman spiritual dalam jiwa manusia. Hati dalam jiwa kitalah simbol kehidupan yang menari di antara bayangan dan cahaya, merindukan sentuhan penyucian yang membebaskan dirinya dari kungkungan dunia. Penyucian hati adalah serangkaian langkah yang membawa kita kepada keheningan yang mendalam.

Dalam keheningan malam yang dipenuhi kegelapan, kita perlu menghadirkan sebuah cahaya untuk menerangi sekitar. Begitupula kita mengundang cahaya ilahi untuk menyinari kegelapan dalam hati, menyibakkan debu-debu, dan memulai proses penyucian yang terasakan oleh kalbu. Membuka pintu ke ruang yang luas, di mana Ilahi betah untuk hadir memenuhi setiap celah dan dengan setiap hembusan nafas, kita menyadari bahwa proses penyucian hati adalah perjalanan yang tak pernah berakhir.

Penyucian hati menjadi perjalanan sunyi batin, dimana jiwa yang haus akan kerinduan pada-Nya menembus lapisan-lapisan duniawi. Seperti burung-burung yang bebas di angkasa, melepaskan diri dari belenggu dunia dan membiarkan hati terbang bebas dalam pencarian spiritualitas. Artinya, melalui perenungan dan muhasabah, kita menemukan kesejatian status hamba kita di antara kata-kata yang memanjat dari lubuk hati, menggema dalam relung-relung jiwa yang hanya bisa didengar oleh mereka.

Apa kaitannya dengan analogi cahaya?

Cahaya adalah entitas yang paling terang di dunia, bahkan cahaya menembus susunan semua entitas. Kemampuannya menembus berbagai zat cair, padat, dan gas sekalipun. Zat cair diwakilkan oleh sebuah air, zat padat diwakilkan oleh kaca, zat gas diwakilkan oleh udara. Agar cahaya dapat menembus ketiganya, air haruslah jernih dari kotoran, kaca haruslah bening tak buram oleh debu, dan udara haruslah jelas dari kabut yang mengaburkan pandangan. Keseluruhannya mestilah terjaga agar tetap jernih, bening, serta jelas.

Begitupula hati kita seperti air sebagai pelega dahaga dalam jiwa, namun haruslah jernih. Juga seperti kaca yang mudah rapuh, namun haruslah bening. Juga seperti udara yang menyejukkan jiwa, namun haruslah jelas. Kejernihan, kebeningan, dan kejelasan mengimplikasikan kebersihan hati dari segala kotoran-kotoran agar siap untuk mempersilahkan cahaya-Nya masuk dan menerangi dalam bimbingan-Nya dan menghiasi dalam keindahan-Nya seperti halnya cahaya menembus air, kaca dan udara.

Dengan pancaran-Nya yang berkilau, seperti citra-citra semu yang tampak di tengah gelapnya malam kini mulai menunjukkan wujud sejatinya, sebuah pencerahan menyelimutinya dan membimbing kita melalui perjalanan ini. Menelusuri labirin batin melalui sebuah pengalaman mistik yang menuntun kita keluar dari lika-likunya.

Pengalaman yang sulit untuk dijelaskan bagaimanapun juga. Hal itu hanya bisa dirasakan tanpa deskripsi kata. Sebab antara kata dan rasa, suatu kata masih terlalu miskin untuk sebuah rasa. Pencerahan-Nya yang tak terdefinisikan, karena “sesuatu yang terang” sejatinya sudah jelas dan tidak memerlukan definisi.

Pernahkah anda merasa gundah gulanah? Padahal semua kebutuhan kita telah terpenuhi! Hati kita merindukan sesuatu, akan tetapi tak tahu siapa yang dirindukannya. Ingin pergi kesuatu tempat, akan tetapi tak tahu dimana letaknya. Perasaan gelap, sepi, dan tak terarah inilah membuktikan kekosongan hati. Kebingungan-kebingungan semacam inilah kita perlu mengisi lorong gelap dengan cahaya-Nya.

Pernahkah kita mengingat sesuatu yang sangat sulit untuk diiingat, namun secara spontan teringat kembali tanpa disadari? Pada kasus ini, proses mengingat tak selalu murni dari potensi diri manusia karena kita sebagai hamba kerap dirundung lupa. Namun, berkat pencerahan-Nya mengingatkan kita, sebab Dia-lah satu-satunya yang tak pernah lupa. Sesuatu esensial yang menelusuri jejak-jejak ingatan itulah tertuju daripada pencerahan daripada-Nya. Memberikan sebuah petunjuk dengan cahaya-Nya.

Lalu, bagaimana caranya?

Seperti sebuah lentera yang menerangi kita saat membaca buku. Agar kita dapat melihat dengan jelas kita harus mendekatkan diri kepada sumber cahaya tersebut. Maka mendekatkan diri pada-Nya membuat hati semakin terang benderang. Dengan setiap langkah introspektif, mungkin ada beberapa langkah untuk mendekatkan diri, yaitu:

1. Introspeksi Mendalam

Melibatkan refleksi batin yang mendalam untuk memahami dan mengenali diri sendiri. Menekankan pentingnya merenung akan sebuah dosa-dosa yang telah kita perbuat untuk mengungkap bahwa kita manusia yang tak luput dari maksiat.

2. Pembebasan dari Penghalang Duniawi

Menyadari bahwa keterikatan duniawi dapat menjadi penghalang bagi pemahaman spiritual yang mengundang masuk cahaya-Nya. Pembebasan ini dapat melibatkan pengurangan keinginan duniawi, sikap zuhud, fokus pada ketaatan serta menjauhi larangan-Nya. Hal ini memberikan nilai-nilai spiritual yang mendalam.

3. Kontemplasi

Dengan mempraktikkan kontemplasi yang hanyut dalam doa dan dzikir, individu dapat menciptakan ruang keheningan batin yang memungkinkan cahaya menyusuri melalui lorong-lorong kata-kata, membuka pintu-pintu hati yang tersembunyi, dan merayakan perjalanan penyucian yang menjadi tarian keabadian dalam irama kata-kata yang indah.

4. Penerimaan Diri

Mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang keberadaan sejati diri kita sebagai makhluk yang lemah tanpa daya dan upaya kecuali dari-Nya. Ini mencakup penemuan makna eksistensi kita diciptakan sebagai hamba.

5. Pandangan Positif Terhadap Kehidupan

Meresapi setiap peristiwa atau merasakan keajaiban penciptaan memberikan sebuah momentum untuk menginspirasi dan mengarahkan mereka untuk mencari makna yang lebih dalam. Pengalaman kehidupan sehari-hari dapat mengajarkan manusia tentang nilai-nilai spiritual. Dengan memahami dan meresapi momen-momen tersebut, manusia dapat memperkaya jiwa mereka.

Melalui metode ini, kita merangkai benang-benang spiritual seperti seorang penyair yang menciptakan syair puitis. Kita meresapi keindahan setiap detik dalam pencerahan jiwa dalam kilauan cahaya. Kilauan cahaya-Nya menyinari malam hati yang sepi dan memberikan sinergi bagi jiwa yang kering kerontang laksana butir embun yang menyegarkan, menyentuh tanah hati dengan kelembutan yang begitu tulus.

Ketika cahaya diperoleh, ia mempunyai visi (penglihatan) langsung terhadap hadirnya Sang Cahaya Segala Cahaya tanpa batas durasi. Seperti matahari sekalipun senantiasa memancarkan cahayanya tak membuat cahayanya kian meredup. Begitupula pancaran-Nya merupakan rahmat-Nya yang senantiasa terlimpahkan.

Merasakan pancaran-Nya pertanda Ia sangatlah dekat dengan kita. Ia senantiasa menyertai hamba-Nya dimanapun dan kapanpun berada. Bersemayam di lubuk hati seorang hamba yang senantiasa mengingat-Nya. Digandrungi sebuah kecintaan dalam suasana hati yang harmonis di antara suara-suara batin yang mengalun.

Penulis: Fauzan Addinul Jihad

Editor: Vika Nurfitria Noviana

admin

Islamika Media Group merupakan Lembaga Pers Mahasiswa yang berada di bawah naungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *