Hilangnya Idealisme Mahasiswa
Mengutip perkataan Ir. Soekarno “Beri aku 1000 orang tua niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya Beri aku 10 Pemuda, maka akan kuguncangkan dunia”. kata tersebut menandakan pentingnya peran kaum pemuda dalam membangun suatu peradaban yang maju. sehingga 10 pemuda yang memiliki suatu pengharapan dan cita cita yang kuat, dapat mewujudkan apa yang menjadi kehendaknya. ini terbukti dengan munculnya tokoh tokoh muda pra kemerdekaan seperti Tan malaka, Ir Sukarno, Moh Hatta dan tokoh lainnya berani melawan kaum penjajah dan mewujudkan negara indonesia menuju gerbang proklmasi kemerdekaan indonesia sampai sekarang ini.
Kemudian di masa Orde Baru menjadi suatu moment bersejarah keberhasilan bagi pemuda dan mahasiswa 98 karena berhasil menggulingkan rezim orde baru yang otoriter dalam semua kebijakan, hak bicara di bungkam, dan anti kritik. Semangat perjuangan Kaum muda dan mahasiswa tentunya berlandaskan kepentingan dan perjuangan hak masyarakat indonesia, meskipun tantangannya adalah nyawa menjadi taruhan. namun ini menjadi bukti bahwa idealisme mahasiswa zaman dahulu begitu mengakar kuat. Lantas bagaimana kondisi Idealisme mahasiswa sekarang ? apakah kualitasnya masih terawat ?
Peran mahasiswa sebagai Agent of change merupakan identitas fundamental yang seharusnya tidak dipertanyakan lagi. Ketika mahasiswa mampu melihat secara kritis kondisi sosial yang ada maka ia bisa mengupayakan perubahan agar masyarakat hidup dalam kondisi yang jauh lebih baik. Tanpa penindasan dan tanpa penderitaan.
Namun realitas peran mahasiswa di lapangan yang saya amati jauh daripada apa yang diharapakan. Mahasiswa kini lebih terlena dengan kenikmatan pribadi, cenderung apatis (acuh) terhadap masyarakat sekitar dan penuh ketakutan ketika dilibatkan dengan suatu masalah. kebanyakan mereka berdalih “ingin fokus menuntaskan perkuliahannya selesai dengan cepat” pernyataan itu memang tidak salah. saya setuju bahkan teman teman pembaca sekalian ingin seperti demikian. Namun kalimat tersebut menjadi salah ketika disalahgunakan oleh mahasiswa pecundang yang saya sebutkan ciri cirinya diatas.
Tentu saya sangat menyayangkan hal ini, karena pada dasarnya kualitas jati diri seorang mahasiswa terbentuk oleh pergerakan organisasi di kampus, mereka didik dalam segala aspek kognitif, psikomotorik afektif dan peka terhadap realitas sosial sehingga lahir tokoh hebat seperti Budi Utomo, Soek Ho Gie, Nazwa Shihab, dll . Adapun mahasiswa yang mengandalkan mata kuliah di kampus maka sangat disayangkan sekali. Mencari peluang supaya selesai dari masa perkuliahan oleh karena itu Mereka cenderung senang ketika ada program kampus yang menguntungkan dirinya. Mereka terikat dengan program tersebut dan mengabaikan pergerakan organisasi di kampus.
Tolak ukur keberhasilan mahasiswa menurut penulis adalah bukan siapa yang cepat lulus kuliah. tapi merekalah yang berani mencari pengalaman baru yang ada di lingkungan kampus dan mereka yang merawat idealisme mahasiswa demi kepentingan masyarakat indonesia. mengingat perkataan Soek Ho Gie ” hanya ada 2 pilihan menjadi apatis atau mengikuti arus, Tetapi aku memilih untuk menjadi manusia merdeka“. Maka dari itu saya mengajak pembaca untuk merenungi dan mencoba perlahan untuk keluar dari zona nyaman. mulai detik ini masuklah organisasi pergerakan seperti UKM (Unit kegiatan Mahasiswa) ataupun Ormawa ( Organisasi Mahasiswa) Jangan sampai istilah mahasiswa kupu kupu (kuliah Pulang kuliah Pulang) terdengar lagi.