Self Growth dalam Perspektif Islam: Menyeimbangkan Ruhani, Akal, dan Sosial
Pernahkah anda mendengar istilah self growth? Self growth (pertumbuhan diri) adalah suatu proses peningkatan kualitas diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Proses ini bersifat berkelanjutan seumur hidup. Hal ini menunjukkan bahwa self growth adalah proses berkembang setiap hari dengan menjadikan diri sendiri sebagai pembandingnya. Perlu diingat bahwa kita tidak bisa menjadikan orang lain sebagai pembanding dalam proses self growth, karena setiap manusia memiliki pencapaian dan jalan yang berbeda.
Self growth atau pertumbuhan diri sangat penting dalam kehidupan manusia. Di era modern, banyak orang yang mulai menyadari pentingnya mengembangkan potensi diri, meningkatkan kualitas hidup, serta membentuk sikap dan pola pikir yang lebih positif. Self growth dapat membantu meningkatkan kualitas dan kemampuan diri serta mengembangkan sikap yang positif. Seseorang yang selalu berusaha untuk mengembangkan diri akan lebih percaya diri, adaptif, dan siap menghadapi tantangan.
Umumnya, self growth melibatkan peningkatan aspek intelektual, emosional, dan sosial, ketiganya berkaitan dengan hal-hal duniawi. Namun, dalam Islam terdapat satu aspek self growth yang juga tidak kalah penting yaitu aspek ruhani. Seseorang yang sedang dalam proses pertumbuhan diri akan menjadi hamba yang lebih dekat dengan Sang Pencipta. Hal ini dikarenakan tujuan utama self growth dalam Islam salah satunya adalah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Tazkiyatun Nafs: Landasan Pertumbuhan Diri dalam Islam
Menurut Imam Al-Ghazali, pengembangan diri sebagai adalah suatu proses penyucian jiwa (tazkiyah) dan perbaikan hubungan dengan Allah (Dandi Dilayadi Saputra dkk., 2025).
Tazkiyatun Nafs berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, tazkiyah dan nafs. Al-Tazkiyah dari kata tazakka yang secara bahasa diartikan dengan suci, pensucian, atau pembersihan. Kata tazkiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti penyucian. Sedangkan Al-Nafs memiliki arti yaitu jiwa. Jadi, secara Bahasa tazkiyatun nafs memiliki arti “penyucian jiwa” (Fauziyah & Azaria, 2024).
Tazkiyatun Nafs adalah konsep dalam Islam yang berarti “pensucian jiwa” atau “pembersihan diri”. Konsep ini merujuk pada proses membersihkan dan menyucikan jiwa dari sifat-sifat negatif, seperti kesombongan, kebencian, dan keegoisan, serta mengembangkan sifat-sifat positif, seperti kebaikan, kesabaran, dan kebijaksanaan (Zakia dkk., 2024).
Tazkiyatun nafs bertujuan untuk membersihkan hati dari berbagai penyakit batin, seperti kesombongan, iri hati, amarah, dan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia. Tujuan utamanya adalah mencapai kesempurnaan spiritual dan akhlak dengan mengendalikan hawa nafsu, menghilangkan sifat-sifat negatif, serta meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT (Zakia dkk., 2024).
Manusia memiliki hak penuh atas kehidupannya sendiri. Sebagai makhluk yang sadar, mandiri, dan aktif, manusia dapat menentukan tujuan dan caranya sendiri untuk mencapai tujuan tersebut. Jika kita dapat memanfaatkan potensi yang kita miliki dengan baik, maka kita akan menjadi manusia yang bermanfaat.
Allah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubah nasib mereka. Hal ini termaktub dalam surah Ar-Ra’d ayat 11.
…اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ…
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Q.S Ar-Ra’d [13]: 11)
Ayat tersebut menjadi dasar utama self growth dalam Islam bahwa perubahan dimulai dari dalam diri bukan dari luar.
Aspek Self Growth dalam Islam
Islam memandang manusia sebagai makhluk yang sempurna. Perlu kita sadari bahwa manusia adalah makhluk yang utuh karena ia terdiri dari jasmani, akal, ruhani, dan emosi (Ermalianti, 2016). Oleh sebab itu, proses self growth juga harus mencakup keempat dimensi utama tersebut. Jika proses pengembangan diri hanya berfokus pada salah satu atau meninggalkan salah satu dari empat aspek tersebut, maka akan terjadi ketimpangan. Sehingga proses self growth yang ideal dalam Islam mencakup empat aspek utama sebagai berikut:
- Ruhani
Pertumbuhan ruhani berfokus pada membangun kedekatan dengan Allah dan memperkuat iman. Upaya yang dapat dilakukan dalam proses pertumbuhan ruhani adalah dengan memperbaiki kualitas ibadah. Selain itu juga dapat dengan memperbanyak dzikir dan do’a serta muhasabah atau lebih dikenal dengan istilah introspeksi diri.
Dengan mengamalkan dan menghayati ajaran Islam, manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam surah Ar Ra’ad ayat 28 dinyatakan: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Ketika manusia melupakan Sang Pencipta dan kehilangan pandangan terhadap-Nya, kehidupan akan terasa hampa. Menjauh dari-Nya berarti mengabaikan nilai-nilai keimanan, yang merupakan kerugian besar bagi manusia sebagai makhluk spiritual (Sovia Dewi Maulita dkk., 2024).
- Akal
Akal merupakan potensi yang sangat luar biasa. Sehingga Quraish Shihab menggambarkan bahwa akal bagaikan pedang yang bermata dua. Bisa jadi lampu yang menerangi jalan, tapi bisa juga seperti meteor yang membakar dirinya sendiri dan orang lain (Abi Husni, 2022). Dengan akal, manusia dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Memelihara akal yang sehat dapat dilakukan dengan belajar. Sedangkan dalam agama Islam, belajar adalah salah satu hal yang ditekankan bagi setiap muslim. Hal ini selaras dengan salah satu hadits Nabi SAW tentang menuntut ilmu.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Muslim)
- Emosional
Dalam proses self growth terdapat satu aspek yang seringkali terabaikan yaitu aspek emosional. Sedangkan Islam sangat memperhatikan terkait pengelolaan emosi. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang yang mampu menahan marah, bersikap sabar dalam tekanan, serta tetap tenang dalam situasi sulit.
Pengelolaan emosi yang baik dapat membuat perasaan menjadi lebih stabil, menumbuhkan kebijaksanaan, dan menjauhkan kita menjadi pribadi yang terlalu reaktif terhadap segala hal yang tidak penting sehingga jiwa akan menjadi lebih tenang. Ketenangan dalam jiwa manusia inilah yang akan mampu melahirkan karakter (khuluq) positif (Nurrohim,2016).
- Sosial
Pertumbuhan diri tidak hanya bersifat pribadi atau internal. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Maka aspek penting lainnya yang harus diperhatikan dalam proses self growth adalah aspek sosial. Aspek sosial dalam proses self growth berfokus pada bagaimana cara kita membangun hubungan yang baik dengan orang lain serta dapat berkontribusi dalam masyarakat sekitar kita.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Kesimpulan
Self growth adalah proses yang tidak pernah selesai, sehingga tidak ada kata ‘sempurna’ dalam prosesnya. Dalam pandangan Islam, self growth bukan tentang mengejar kesuksesan duniawi semata. Tujuan utama self growth dalam Islam adalah menjadikan manusia sebagai hamba yang terus mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagai manusia kita pasti pernah mengalami jatuh dan gagal dalam proses bertumbuh. Namun, ketahuilah bahwa setiap usaha yang menuju kepada kebaikan tidak akan sia-sia. Allah Maha Mengetahui setiap langkah kita dalam proses bertumbuh ke arah yang lebih baik.
Oleh karena itu, mari kita niatkan proses pertumbuhan diri sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab, pada akhirnya, yang akan kita pertanggungjawabkan bukan seberapa tinggi pencapaian dunia, tapi seberapa sungguh-sungguh kita berusaha menjadi pribadi yang lebih baik—untuk diri sendiri, untuk orang lain, dan untuk Sang Pencipta. Karena sejatinya, pertumbuhan diri dalam Islam bukan tentang menjadi yang terbaik di mata manusia, melainkan menjadi lebih baik di hadapan Allah SWT.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis: Niswatul Haq
Editor: Aryanti Artikasari

