Peran Tafsir Al-Qur’an dalam Menyikapi Tantangan Penyebaran Islam di Era Digital
Perkembangan teknologi digital telah timbul banyak perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam ranah keagamaan. Bagi umat Islam, khususnya dalam bidang tafsir Al-Qur’an, era digital membuka peluang sekaligus tantangan baru dalam menyebarkan ajaran Islam yang autentik dan mendalam. Tafsir Al-Qur’an yang dulunya hanya dapat diakses melalui kajian langsung bersama ulama atau dalam bentuk kitab-kitab fisik, kini telah berubah menjadi konten digital yang mudah diakses melalui aplikasi, platform media sosial, website, hingga video interaktif. Transformasi ini memungkinkan jangkauan dakwah yang lebih luas, menjangkau generasi muda yang akrab dengan teknologi digital.
kemudahan akses ini menghadirkan tantangan yang serius. Penyebaran tafsir secara digital seringkali tidak selalu melalui proses keilmuan yang ketat, sehingga berpotensi menimbulkan tafsir yang dangkal, bias, atau bahkan menyesatkan. Fenomena ini menuntut peran tafsir Al-Qur’an yang berbasis metodologi ilmiah dan sumber terpercaya agar penyebaran pemahaman Islam dapat terjaga kualitas dan keabsahannya.
Di sinilah peran tafsir Al-Qur’an dalam era digital sangat penting: sebagai pedoman yang membantu umat menyikapi peluang sekaligus tantangan penyebaran Islam. Media digital hanyalah jembatan, bukan pengganti peran ulama dan guru tafsir. Tafsir digital harus disampaikan dengan niat yang benar dan metode yang tepat, sehingga dapat memperluas jangkauan kebaikan sekaligus menjaga kemurnian ajaran Al-Qur’an. Selama niat dan metode tetap lurus, teknologi digital bukan ancaman, melainkan amanah dalam mendekatkan umat kepada cahaya wahyu Ilahi.
Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam cara umat Islam memahami dan menyebarkan ajaran Al-Qur’an melalui tafsir. Dengan hadirnya berbagai platform digital seperti website tafsir dan aplikasi mobile, akses terhadap sumber ilmu tafsir menjadi lebih luas dan mudah dijangkau oleh siapa saja, kapan saja. Transformasi digital ini memungkinkan penyebaran tafsir Al-Qur’an yang lebih cepat dan efektif, serta memberikan peluang baru bagi pengkajian Islam agar tetap relevan dan kontekstual dengan perkembangan zaman (Afifah, Ahmad Nurrohim, 2025).
Namun, kemudahan akses tersebut juga menghadirkan tantangan penting, terutama terkait validitas dan keakuratan tafsir yang tersedia secara daring. Banyak konten tafsir digital dengan kualitas yang bervariasi, sehingga dibutuhkan upaya verifikasi dan filter dari para ulama dan akademisi untuk memastikan tafsir yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan keilmuan dan keagamaannya (Ahmad Nurrohim, 2024). Hal ini sangat penting agar tafsir tidak disalahgunakan atau menimbulkan kesalahpahaman dalam masyarakat.
Selain itu, tafsir digital memungkinkan penggunaan metode penafsiran yang lebih dinamis dan tematik, misalnya penyajian tafsir berdasarkan tema-tema sosial, hukum, dan etika yang sesuai dengan persoalan kontemporer. Platform seperti Altafsir.com dan Al-Qur’an Al-Hadi menyediakan beragam corak tafsir yang lengkap dan interaktif, memudahkan umat untuk memahami Al-Qur’an secara mendalam dan aplikatif (Amalia, Ahmad Nurrohim, 2025). Dengan demikian, tafsir Al-Qur’an berperan strategis dalam menyikapi tantangan penyebaran Islam di era digital dan menjaga kesinambungan nilai-nilai Islam yang autentik.
Tafsir Al-Qur’an memberikan kerangka untuk memahami ayat-ayat suci secara holistik, memperhitungkan konteks historis, sosial, dan linguistik. Di era digital, terdapat kecenderungan dalam makna tafsir, terutama terhadap ayat-ayat sensitif seperti ayat jihad, yang kerap disalahpahami oleh masyarakat awam karena pengutipan parsial dan tanpa pendampingan tafsir yang mumpuni. Hal ini berpotensi memicu fanatisme sempit, radikalisasi, polarisasi sosial, dan merusak citra Islam yang rahmatan lil alamin (Agami, Ahmad Nurrohim, 2025). Oleh sebab itu, tafsir yang autentik dan moderat menjadi kunci penting untuk menghadapi tantangan tersebut.
Selain itu, nilai-nilai etika komunikasi yang terkandung dalam tafsir Al-Qur’an sangat diperlukan guna membangun dialog yang santun, efektif, dan penuh hormat di ruang digital. Konsep-konsep seperti qaulan sadida (perkataan yang benar), qaulan marufan (perkataan yang baik), dan qaulan kariman (perkataan yang mulia) mengajarkan pentingnya menjaga etika dalam penyampaian dakwah maupun interaksi antar umat di dunia maya (Sukmaningtyas, Ahmad Nurrohim, 2024). Etika komunikasi ini bersifat relevan dan aplikatif dalam menghadapi fenomena berita hoaks, ujaran kebencian, dan penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab di media sosial.
Generasi Z, sebagai generasi digital natives, memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan teknologi digital sebagai sarana menyebarkan nilai-nilai Islam dengan metode yang inovatif dan relevan. Namun, mereka juga menghadapi tantangan berupa ketergantungan teknologi serta peningkatan paparan terhadap konten negatif. Integrasi nilai-nilai Islam ke dalam penggunaan teknologi digital menjadi sangat penting agar mereka dapat menggunakan media sosial dan aplikasi Islami secara bijaksana, menjaga kejujuran informasi, dan menghindari penyebaran hoaks (Maharani, Ahmad Nurrohim, 2025).
Ahmad Nurrohim menegaskan bahwa peran ulama dan cendekiawan Muslim sangat sentral dalam memberikan tafsir yang kontekstual dan valid, sekaligus mengawal generasi muda agar tidak tersesat dalam arus informasi yang cepat dan kadang menyesatkan di era digital ini. Dengan demikian, tafsir Al-Qur’an tidak hanya menjadi ilmu menganalisis teks, tetapi juga sebagai alat strategis untuk membangun harmoni sosial, memperkuat keimanan, dan menyebarkan Islam yang moderat melalui medium digital (Ahmad Nurrohim, 2024). Peran tafsir Al-Qur’an dalam menyikapi tantangan penyebaran Islam di era digital sangat krusial. Teknologi digital mempercepat akses dan distribusi tafsir Al-Qur’an melalui berbagai platform seperti media sosial, website, dan aplikasi, sehingga dakwah menjadi lebih luas dan menjangkau generasi muda yang melek teknologi. Namun, kemudahan ini juga membawa risiko penyebaran tafsir yang keliru dan kurang akurat jika tidak disertai metode ilmiah dan etika komunikasi yang baik (Amatullah, Ahmad Nurrohim, 2024). Oleh karena itu, tafsir Al-Qur’an harus menjadi panduan autentik yang menjaga kemurnian isi ajaran Islam serta mendidik umat agar kritis dalam menerima informasi di dunia maya.
Ahmad Nurrohim menekankan pentingnya kolaborasi antara ulama, akademisi, dan teknologi untuk menyediakan tafsir yang valid serta kontekstual dengan tantangan zaman sekarang. Digitalisasi tafsir bukanlah pengganti peran ulama, melainkan alat bantu untuk menguatkan pemahaman keagamaan yang tepat dan moderat (Ahmad Nurrohim, 2024). Di sinilah tanggung jawab kita bersama untuk memastikan informasi yang disebarkan tetap menjaga nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Penulis : Hafiza Afari Cahya
Editor : Aryanti Artikasari

