Ketika Tafsir Menemukan Layar Digital
Dulu, untuk memahami tafsir Al-Qur’an, seseorang harus datang ke majelis taklim, membuka kitab tebal, atau duduk di pesantren sambil mendengarkan penjelasan sang guru dengan penuh khidmat. Kini, cukup dengan menggulir layar ponsel, ribuan kajian tafsir bisa diakses kapan saja dan di mana saja. Kitab tafsir tak lagi terbatas pada lembaran kertas, tetapi menjelma menjadi aplikasi, podcast, dan video pendek yang viral di media sosial. Dari YouTube hingga Tiktok, dari podcast hingga Instagram Reels. Media telah menjembatani masyarakat dengan ilmu tafsir yang dulunya terasa jauh dan “berat”.
Kemajuan teknologi informasi telah mengubah wajah dakwah Islam secara signifikan. Tafsir yang dahulu eksklusif kini menjadi lebih terbuka, interaktif, dan inklusif. Melalui platform seperti YouTube, TikTok, dan Spotify, ilmu tafsir menjangkau generasi yang sebelumnya mungkin merasa jauh dari kajian keislaman.
Di sisi lain banyak remaja yang cepat bosan dalam mempelajari tafsir karena disebabkan dengan metode pembelajaran yang monoton. Maka diperlukan media pembelajaran yang dapat membantu mengalihkan perhatian agar tidak cepat bosan dalam melakukan suatu kegiatan belajar (Utami, Nurrohim, 2025). Pembelajaran yang monoton menciptakan kejenuhan tinggi, sehingga peran media menjadi sangat penting dalam proses kegiatan belajar mengajar agar masyarakat tidak merasa bosan selama proses belajar (Candra, 2025). Selain itu, media pembelajaran juga berfungsi sebagai alat bantu yang memungkinkan penyampaian materi menjadi lebih efektif dan efisien ( Sudjana dan Rivai, 2011)
Melalui platform tersebut, ayat-ayat Al-Qur’an tidak hanya dibaca, tapi juga dijelaskan dengan gaya yang ringan dan visual yang menarik. Misalnya, ada video pendek yang menguraikan makna QS. Al-‘Asr dalam dua menit , sederhana, tapi dijelaskan dengan narasi yang menarik, menyentuh dan mudah dipahami. Fenomena ini membuktikan satu hal penting. Bahwa tafsir tidak lagi terpenjara dalam teks, melainkan hidup di dalam konteks digital. Bukan sekedar dibaca, akan tetapi ditadabburi, direnungkan dan juga dipahami.
Keajaiban Akses: Semua Bisa Belajar
Kehadiran media digital menjadikan ilmu tafsir semakin mudah diakses oleh siapa saja. Seseorang yang bertempat tinggal di pelosok desa kini bisa mendengarkan kajian tafsir dari ulama di Timur Tengah. Pelajar dan mahasiswa bisa membaca berbagai penafsiran ayat dari aplikasi Qur’an digital atau web tafsir lengkap dengan tafsir klasik seperti Ibnu Katsir atau At-Thabari.
Inilah wajah baru literasi Qur’ani: tafsir menjadi teman harian, bukan hanya bacaan di kelas atau masjid.
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ
“Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”(QS. Al-Qamar [54]: 17)
Ayat ini terasa semakin nyata di era digital, karena Allah SWT memudahkan Al-Qur’an untuk dipelajari bukan hanya dengan hafalan dan lisan, tapi juga bisa dengan teknologi yang mempermudah manusia untuk memahami maknanya. Dengan adanya media digital, ilustrasi terhadapa ayat bisa di gambarkan dengan penejelasan yang lebih jelas dan variatif. Seseorang akan diperlihatkan ilustrasi yang mengilustrasikan kisah dalam ayat tersebut. Ilustrasi ini berfungsi untuk memudahkan seseorang dalam memahami ayat, memperjelas maknanya, memberikan gambaran awal tentang kisah yang sedang dibahas, dan memudahkan untuk mengingat konsep dan alur cerita (Nurrohim, 2024: 8)
Jika proses belajar mengajar berjalan sesuai harapan, pendidikan berkualitas dapat terwujud secara efektif. Pentingnya teknologi dalam pendidikan tidak dapat dilebih-lebihkan. Karena dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, perangkat, dan teknik, pembelajaran berkualitas tinggi dapat terwujud (Amatullah, Nurrohim, 2024)
Cahaya dan Bayangan Dunia Digital
Namun, di balik kemudahan ini, ada tantangan yang tidak bisa diabaikan. Banyak tafsir yang disebarkan tanpa dasar ilmu, hanya berdasarkan tafsiran pribadi atau potongan video yang terlepas dari konteks ayat. Fenomena “tafsir instan” ini dapat menimbulkan distorsi makna, bahkan menyebarkan kesalahpahaman tentang ajaran Islam. Karena itu, penting bagi setiap muslim untuk terus bersandar pada rujukan yang kredibel, menggunakan bahasa yang efektif, memahami konteks ayat-ayat, dan bersikap kritis ketika menggunakan teknologi seperti AI. Hal ini penting untuk memastikan pemahaman Islam tetap akurat, mendalam, dan tidak terdistorsi oleh kesimpulan yang dangkal atau tidak lengkap (Nurrohim, 2025).
Media Platform hanya sebagai jembatan dalam mempelajari dan memahami tafsir Al-Qur’an, sambil berpijak pada sumber otoritatif: Al-Qur’an, hadis, dan tafsir para ulama terpercaya.
Layar sebagai Jembatan, Bukan Pengganti
Strategi dan metode pembelajaran merupakan acuan penting bagi guru untuk mencapai harapan dalam proses pendidikan formal maupun nonformal (Nurrohim, 2023). Maka dari itu, media digital hanyalah jembatan, sarana, bukan sebagai pengganti ulama atau guru tafsir. Kehadiran teknologi seharusnya tidak menghapus nilai adab dalam menuntut ilmu. Justru, ia bisa memperluas jangkauan kebaikan jika digunakan dengan bijak dan niat yang benar. Di sinilah kita melihat keindahan zaman ini. Bahwa tafsir menemukan bentuk baru yang lebih hidup. Bukan lagi hanya di ruang kelas dan masjid, tapi juga di layar ponsel, di telinga yang mendengarkan, dan di hati yang mencari makna.
“Ketika tafsir menemukan layar digital,” ia menemukan jalan baru untuk menembus batas ruang dan waktu. Ia berbicara dalam bahasa yang lebih dekat dengan manusia modern, tanpa kehilangan nilai keilmuannya. Selama niatnya tetap untuk menyampaikan kebenaran dan mendekatkan manusia kepada Al-Qur’an, maka teknologi bukanlah ancaman, melainkan amanah.
Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan telah menjadi suatu keharusan di era digital untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu teknologi yang digunakan adalah media pembelajaran, yang berperan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran (Nurrohim, 2024). Layar digital hanyalah cermin baru bagi cahaya wahyu. Dan selama cahaya itu terus menyala, maka tafsir akan selalu hidup di setiap zaman, di setiap ruang, dan di setiap layar yang membuka jalan menuju pemahaman Al-Qur’an.
Penulis: Nurfitri Rodhiyati Saputri
Editor: Aryanti Artikasari

