Kelas Qur’an di Dunia Digital Sedang di Bangun
Beberapa tahun terakhir, dunia digital benar-benar berubah jadi ruang baru yang nggak cuma dipenuhi hiburan, tapi juga tempat belajar dan berdakwah. Fenomena ini mulai sangat terasa di media sosial, bahkan di platform yang dulu kita kira cuma buat main-main. Saat kita coba membuka TikTok atau YouTube kita bisa menemukan orang yang ngaji di game Roblox, bahkan ada anak muda yang setor hafalan di sana. Salah satunya, video viral Kadam Sidik yang memperlihatkan suasana pengajian di dunia Roblox, di mana para avatar duduk di masjid virtual sambil dengar tausiah. Awalnya mungkin lucu, tapi kalau dipikir-pikir, ini menandai lahirnya budaya baru yakni ngaji di dunia digital. Fenomena kayak gini menunjukkan kalau ruang digital udah jadi bagian dari kehidupan spiritual generasi sekarang. Anak muda nggak cuma belajar lewat majelis taklim, tapi juga lewat content creator yang ngomongin Islam dengan gaya santai. Misalnya, podcast seperti Hanan Attaki Podcast, Ngaji Bareng Gus Azmi, sampai Rintik Sedu Ramadan Talks emuanya nyoba menghadirkan obrolan tentang ayat-ayat Al-Qur’an dan makna hidup dengan cara yang lebih ringan dan relatable. Di sinilah kita lihat bahwa media bisa banget jadi jembatan dakwah yang baru, asal digunakan dengan nilai yang benar (Nurrohim, 2024: 11).
Media digital, kalau dipikir-pikir, bukan sekadar alat bantu, tapi penghubung antara pesan dan hati manusia. Tapi masalahnya, kalau jembatan itu rapuh entah karena isinya asal-asalan atau cuma ikut tren maka ada kemungkinan, pesan wahyu bisa kehilangan makna spiritualnya. Karena itu, setiap bentuk pembelajaran Al-Qur’an di era digital harus punya dasar nilai dan makna yang jelas (Nurrohim, 2024: 15). Dalam pemikiran Nurrohim (2024: 22), media pembelajaran Al-Qur’an seharusnya berorientasi pada pembentukan kesadaran spiritual, bukan sekadar penguasaan teknis. Artinya, meski medianya modern, tujuannya tetap membentuk rasa dekat dengan Allah. Salah satu cara mewujudkannya adalah lewat desain media yang interaktif tapi tetap khusyuk misalnya, menghadirkan murottal sebagai latar audio, menyediakan ruang diskusi reflektif, atau kuis Qur’ani yang menumbuhkan semangat belajar. Semua itu masuk ke dalam konsep interaktivitas bermakna, yaitu proses belajar yang bikin peserta ikut mikir, nanya, dan terlibat secara emosional dalam memahami ayat (Nurrohim, 2023: 88). Adapun jika dilihat lebih dalam, pembelajaran Qur’an digital bukan cuma persoalan teknologi, tapi tentang bagaimana teknologi bisa menjaga ruh wahyu. Jadi, dalam dunia digital, spiritualitas nggak hilang ia hanya berganti bentuk (Nurrohim, 2022: 59).
Bayangin kamu buka Zoom, terus ada kelas “Tadabbur Surah Al-Kahfi” tiap Jumat malam. Atau kamu gabung Discord, nemuin ruang “Ngaji Sambil Rebahan”. Lucunya, hal-hal kayak gitu sekarang beneran ada. Banyak banget kelas Qur’an digital yang dikemas dengan cara modern pakai live streaming, podcast, bahkan interactive apps kayak Kelas Tajwid atau Tadarus Time. Menurut penelitian Amatullah dkk. (2024), media audio seperti podcast terbukti efektif ningkatin pemahaman peserta terhadap makna ayat-ayat Qur’an karena bisa diakses fleksibel dan suasananya lebih personal. Format ini cocok banget buat anak muda yang sibuk tapi tetap pengen belajar. Namun, di balik semua kemudahan itu, ada tantangan besar: gimana caranya menjaga kesakralan Al-Qur’an di tengah derasnya arus hiburan digital. Nurrohim (2024: 33) mengingatkan bahwa pengajar harus hati-hati biar nggak terjebak dalam “komodifikasi dakwah”, yaitu menjadikan ayat-ayat Qur’an cuma sebagai konten viral tanpa ruh spiritual. Karena itu, niat dakwah dan pembentukan karakter Qur’ani harus tetap jadi arah utama (Nurrohim, 2024: 40).
Fenomena Kadam Sidik di Roblox hanyalah satu contoh kecil dari dakwah digital. Tapi sekarang, makin banyak content creator lain yang melakukan hal serupa. Misalnya, Hanan Attaki lewat Podcast Ngaji Daily, Gus Azmi Official yang sering bikin live tadarus bareng anak muda, atau Khalid Basalamah Official yang menyampaikan tafsir dan hadis di YouTube. Bahkan akun TikTok seperti @heyylindaa juga sering menampilkan cuplikan setoran hafalan dari player Roblox di map “Masjid Virtual” yang mereka buat sendiri. Menurut Nurrohim (2021: 37), bentuk-bentuk dakwah kayak gini adalah bukti nyata bahwa nilai Qur’ani bisa hadir dalam medium apa pun selama niatnya benar. Dakwah jadi terasa lebih dekat, ringan, dan cocok buat generasi digital yang cenderung mencari makna lewat pengalaman. Nurrohim (2024: 46) bahkan menyebut bahwa pembelajaran Qur’an di dunia digital perlu diarahkan ke “pengalaman spiritual yang menyenangkan”, yaitu belajar tanpa tekanan, tapi tetap membawa kesadaran ilahi.
Reflektif
Kelas Qur’an digital ini bukti bahwa wahyu selalu relevan di setiap zaman. Kita nggak lagi perlu nanya, “Boleh nggak sih belajar Qur’an lewat media digital?” tapi justru harus bertanya, “Gimana caranya biar media digital ini tetap membawa cahaya iman?” Anak muda zaman sekarang nggak perlu malu belajar agama lewat podcast, TikTok, atau Discord. Justru lewat cara-cara itu, majlis ilmu bisa hadir di mana saja di kamar, di kereta, bahkan di dunia game. Dan seperti yang diingatkan Nurrohim (2024: 52), media hanyalah alat. Ruhnya tetap sama: menyampaikan wahyu agar manusia selalu terarah kepada Allah. Mungkin sekarang “kelas Qur’an” nggak lagi berdinding bata, tapi berlayar Cahaya tersambung dari layar ke layar, dari hati ke hati
“Barangkali, Allah menanamkan wahyu di dunia digital agar kita tahu: tak ada batas bagi cahaya. Ia selalu menemukan jalan, bahkan melalui layar yang kita buka dan hati yang mau mendengar.”
-Zuan-
Daftar Pustaka
Nurrohim, A. (2024). Desain Media Pembelajaran Al-Qur’an Era Digital. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nurrohim, A. (2024). Inovasi Dakwah di Media Sosial: Pendekatan Edukasi Qur’ani. UMS Press.
Nurrohim, A. (2023). Metodologi Pembelajaran Al-Qur’an Interaktif. Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi, 12(2).
Nurrohim, A. (2022). Nilai Spiritual dalam Pengembangan Media Pembelajaran Islam. UMS Repository.
Nurrohim, A. (2021). Peran Media Digital dalam Dakwah dan Pendidikan Islam Kontemporer. Jurnal Al-Qur’an Studies, 8(1).
Amatullah, N., Aulia, A., & Hidayat, M. (2024). Improving Quranic Exegesis Learning through Podcast Learning Media. Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 6(1), 1–12.
Nadawiyyah, N., & Anggraeni, N. (2021). Pengembangan Media Pembelajaran Tajwid Berbasis Aplikasi Android. ResearchGate Publication.
Penulis: FIlza Zuan Nabila
Mahasiswi Fakultas Agama Islam Progam Studi Ilmu Al Quran & Tafsir
Nim:G100230025
Editor: Rauuf Bukhari

