Filosofi Teras : Hidup Dalam Ketenangan
Judul Buku : Filosofi Teras
Penulis : Henry Manampiring
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
Tahun Terbit : Jakarta, 2019
Sinopsis :
Dalam kehidupan sudah sewajarnya kita sebagai manusia mengalami berbagai macam masalah. Mulai dari segi apapun, pada kehidupan sehari-hari manusia menghadapi permasalahan dengan menyelesaikan sesuai dengan pola pikir masing-masing.
Setiap manusia pastinya menginginkan kehidupan yang tenang, aman serta bahagia dari segala hiruk pikuk kegiatan diri dalam sehari-hari. Seperti halnya dengan kehidupan yang selalu membuat cemas,kesal,emosi,khawatir,pedih. Untuk menemukan ketenangan dapat kita temukan dalam buku filsafat teras yang ditulis oleh tokoh filsafat yang dikenal dengan nama om piring.
Pada tahun 2017 Henry Manampiring atau disapa dengan om piring didignosis oleh seorang psikiater menderita penyakit Major Depressive Disoder. Saat berhadapan dengan kondisi tersebut ia selalu mengalami negative thinking dan dipenuhi kecemasan yang berlebih. Untuk berjuang dengan penyakit tersebut ia merasakan kondisi jiwanya terganggu, maka ia menjalani pengobatan melalui terapi.
Seperti halnya manusia apabila terlalu banyak mengonsumsi obat-obatan maka ia akan selamanya bergantung pada obat. Akan tetapi, tidak dengan henry manampiring yang menjalani masa pengobatan, ia menemukan buku How to Be a Stoic karya Massimo Pigliucci.
Buku tersebut kurang lebihnya mengenai bagaimana menerapkan filsafat stoa atau stoisisme dalam hidup. Setelah ia membaca buku Pigliucci, pikirannya terbuka dan menemukan cara ampuh “terapi tanpa obat”. Ia mempraktekkan ajaran yang ada dibuku tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pada akhirnya, ia sembuh dengan menjadi pribadi yang lebih tenang, damai dan dapat mengendalikan emosi negatif yang berlebih. Atas hasil yang diperolehnya, Henry Manampiring memutuskan untuk berbagi tentang stoisisme kepada orang lain. Pada tahun 2019, ia memutuskan untuk menulis buku yang berjudul filosofi teras. Filosofi teras timbul dengan sebab pada sebuah teras yang dihiasi lukisan. Filosofi ini sudah ada sejak masa Yunani Kuno sekitar 300 tahun sebelum Masehi atau 2.300 tahun yang lalu.
Buku filosofi teras menceritakan tentang bagaimana kita untuk mengatasi dan membantu dalam mengendalikan emosi negatif untuk menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi naik turunnya kehidupan. Pada buku ini filsafat stoa menggambarkan dengan mudah kehidupan nasib manusia dikendalikan sehingga menentukan segala sesuatu hal yang membangun diri dengan bahagia atau tidak.
Filosofi teras dengan ajaran stoiteisme (stoa) mengedepankan pengendalian diri atas masalah yang dihadapi, seperti berdamai dengan diri sendiri atas masalah yang dihadapi, mencari dan mendapatkan kebahagiaan. Dalam buku filosofi teras dijelaskan juga agar manusia dapat mengendalikan emosi negatif yaitu harus memisahkan dua prinsip antara internal dan eksternal atau bisa disebut juga dengan dikotomi kendali.
Filosofi teras mengusung kebahagiaan tidak lazim. Para penganut menganggap bahwa kebahagiaan bersifat negatif logis artinya tidak adanya penderitaan, tidak adanya emosi saat manusia tidak diganggu oleh nafsu.
Buku filosofi teras berisi 12 bab yang unik. Ajaran tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya :
Pertama, hidup selaras dengan alam. Kita bisa menggunakan nalar dan akal sehat, karena nalar yang membedakan kita dengan binatang.
Kedua, menjalani kehidupan dengan mengasah empat kebijakan yaitu kebijaksanaan, keadilan, menahan diri dan keberanian.
Ketiga, dikotomi kendali (prinsip ini yang paling utama).
Keempat, dikotomi kendali tidak sama dengan pasrah keadaan, kita bisa mengubah persepsi dan tidak perlu berupaya atau bekerja keras.
Kelima, dapat membedakan antara peristiwa objektif dan opini judgment agar tidak menjadi akar emosi negatif.
Keenam, mengendalikan interpretasi dan persepsi kita. Dengan cara berpikir kita yang salah menjadi penyebab munculnya kekeliruan dan mengakibatkan kita mudah cemas, khawatir, gelisah, marah-marah,bahkan stres.
Ketujuh, emosi negatif. Disaat kita mengamuk, sedih, takut, frustasi, putus asa dan lain-lain selalu terapkan STAR (stop-think & assess-respond). Yang maknanya Stop (begitu kita merasakan emosi kita lakukan berhenti dulu). Think & Assess (mampu aktif berpikir dan setelah itu menilai apakah ada benarnya). Respond (setelah kita memakai nalar, barulah kita memikirkan respon seperti apa yang harus kita berikan).
Kedelapan, perlunya melatih diri untuk membayangkan hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup kita, sehingga kita lebih bisa mempersiapkan terlebih dahulu.
Kesembilan, hanya kita yang bisa memberikan celah untuk menyakiti kita melalui non-fisik seperti halnya hinaan,cemooh.
Kesepuluh, dengan memaksa diri kita untuk berlatih menderita agar kita tahu rasanya berada dalam kesusahan.
Kesebelas, menjadi orangtua yang bisa memberikan contoh serta teladan yang patut ditiru oleh anak.
Buku yang terbit pada tahun 2019 ini, menuangkan gaya bercerita yang mudah dipahami dan mudah ditangkap bagi pembaca untuk menangkap intisari dari poin pada setiap bab.
Ajaran yang diterapkan sangat aplikatif karena masih berhubungan dengan problema kehidupan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, filosofi teras mampu menjawab mengenai cara atau kiat-kiat untuk menjalani laku hidup dengan baik, menuntun dalam sudut pandang kita terhadap prasangka orang lain.
Sebagaimana mengubah persepsi diri sendiri jauh lebih mudah dibandingkan dengan mengubah persepsi orang lain. Akan tetapi, hal tersebut tidaklah jauh dari prasangka kita yang salah sehingga tidak hanya prasangka orang lain atau keadaan yang salah, maka kita harus mengubahnya supaya hati kita lebih tenteram.
Walaupun ukuran font yang digunakan sedikit kecil, hal ini tidak membuat buku filosofi teras kehilangan makna dalam memaparkan setiap babnya. Filosofi teras ini bukanlah ajaran yang sempurna. Kemauan untuk belajar lebih giat lagi, dan menjadi lebih baik adalah sikap yang harus kita terapkan seperti rendah hati.
Pada akhirnya, buku ini disajikan dengan menarik dan layak terutama kalangan anak muda zaman sekarang. Dengan membaca buku ini, kita diharapkan mampu menyelesaikan masalah dengan cerdas dan lebih bijak. Tak hanya itu, dengan membaca buku ini mengajarkan kepada kita untuk melatih diri mengendalikan emosi negatif serta bersikap cuek dan bodo amat terhadap sesuatu yang berada diluar kendali kita.
Penulis : Fatimah Dian
Pingback: The Muka’ab, Proyek Arab Saudi Yang Menyerupai Kakbah -